Kesalehan tidak hanya terlihat dari seberapa banyak pengetahuan dan penguasaan keilmuaan. Pengetahuan dan Ilmu hanya perantara menuju k...

    Kesalehan tidak hanya terlihat dari seberapa banyak pengetahuan dan penguasaan keilmuaan. Pengetahuan dan Ilmu hanya perantara menuju kesalehan itu, dia bukan tujuan. Kesalehan sendiri merupakan bentuk tingkah laku dan cerminan hati dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga, ia (saleh) lebih condong pada pengendalian diri, kesadaran, dan pembiasaan hal-hal baik dalam kehidupan.

    

    Indikator dari saleh tidak hanya dilihat dari pengetahun dan penguasaan ilmu (mungkin ini hanya jadi indikator awal atau pengantar, namun bukan indikator utama). Saleh tidaknya seseorang dapat dilihat dari akhlak dan perilakunya. Maka, ada kata bijak yang mengatakan, "jika kamu dihadapkan pada pilihan percaya atau tidak pada seseorang, maka lihatlah apa yang dia lakukan, bukan apa yang dia katakan."

    

    Salah satu poin penting, Rasul SAW ditugaskan untuk memperbaiki akhlak manusia yang tujuan utamanya adalah kesalehan. (salah satu indikator utama kesalehan adalah akhlak yang baik). Sehingga pengetahuan dan ilmu, sepertinya tidak sangat cukup untuk mengantarkan kita pada kesalehan, jika tidak dimulai dari kesadaran dan kontrol diri, serta pembiasaan pada hal-hal baik (istiqomah/konsisten). Pengetahuan dan ilmu, hanya bentuk abstrak yang perlu diejawantahkan dalam kehidupan nyata kita. 

    

    Karena pada akhirnya kita dihukum bukan berdasarkan apa yang ada dalam benak kita, tapi apa yang telah termanifestasi dalam bentuk tindakan. sebagai contoh, Allah tidak akan menghukum perbuatan dosa, jika dosa itu masih berbentuk abstrak (niat), namun, DIA akan menghukumi sesuatu menjadi dosa, setelah termanifestasi dalam bentuk tindakan yang nyata.


Wallahu'alam.

A. KODE ETIK PERIKLANAN INDONESIA (EPI) 1. Contoh Kasus Persaingan Iklan Kartu XL dan Kartu As      Perang layanan seluler paling s...

A. KODE ETIK PERIKLANAN INDONESIA (EPI)

1. Contoh Kasus

Persaingan Iklan Kartu XL dan Kartu As
    Perang layanan seluler paling seru saat ini adalah antara XL dan Telkomsel. Berkali-kali kita dapat melihat iklan-iklan kartu XL dan kartu as/simpati (Telkomsel) saling menjatuhkan dengan cara saling memurahkan tarif sendiri. Kini perang 2 kartu yang sudah ternama ini kian meruncing dan langsung tak tanggung-tanggung menyindir satu sama lain secara vulgar. Bintang iklan yang jadi kontroversi itu adalah SULE, pelawak yang sekarang sedang naik daun. Awalnya Sule adalah bintang iklan XL. Di XL, Sule bermain satu frame dengan bintang cilik Baim dan Putri Titian. Di situ, si Baim disuruh om sule untuk ngomong;

“om sule ganteng”, tapi dengan kepolosan dan kejujuran (yang tentu saja sudah direkayasa oleh sutradara ) si baim ngomong, “om sule jelek..”.

Setelah itu, sule kemudian membujuk baim untuk ngomong lagi, “om sule ganteng” tapi kali ini si baim dikasih es krim sama sule. Tapi tetap saja si baim ngomong, “om sule jelek”. XL membuat sebuah slogan, “sejujur baim, sejujur XL”.

    Iklan ini dibalas oleh TELKOMSEL dengan meluncurkan iklan kartu AS. Awalnya, bintang iklannya bukan sule, tapi diiklan tersebut sudah membalas iklan XL tersebut dengan kata-katanya yang kurang lebih berbunyi seperti ini;

“makanya, jangan mau diboongin anak kecil..!!!”

Nggak cukup di situ, kartu AS meluncurkan iklan baru dengan bintang sule. Di iklan tersebut, sule menyatakan kepada pers bahwa dia sudah tobat. Sule sekarang memakai kartu AS yang katanya murahnya dari awal, jujur. Sule juga berkata bahwa dia kapok diboongin anak kecil sambil tertawa dengan nada mengejek. 

    Perang iklan antar operator sebenarnya sudah lama terjadi. Namun pada perang iklan yang satu ini, tergolong parah. Biasanya, tidak ada bintang iklan yang pindah ke produk kompetitor selama jangka waktu kurang dari 6 bulan. Namun pada kasus ini, saat penayangan iklan XL masih diputar di Televisi, sudah ada iklan lain yang “menjatuhkan” iklan lain dengan menggunakan bintang iklan yang sama.

2. Latar Belakang

    Dalam kasus ini, persoalan bukan pada bintang iklan (Sule) yang menjadi pemeran utama pada iklan kartu AS dan kartu XL yang saling menyindir satu sama lain, karena hak seseorang untuk melakukan kewajibannya dan manusia tidak boleh dikorbankan demi tujuan lain selain hak asasinya. Dimana yang dimaksud adalah Sule yang mempunyai haknya sebagai manusia. Sejauh yang diketahui Sule tidak melakukan pelanggaran kode etika pariwara Indonesia (EPI) tetapi pada materi iklan yang saling menyindir dan menjelekkan.  Dalam salah satu prinsip etika yang diatur di dalam EPI, terdapat sebuah prinsip bahwa “Iklan tidak boleh merendahkan produk pesaing secara langsung maupun tidak langsung”.
    Dalam etika pariwara Indonesia juga diberikan tentang keterlibatan anak-anak dibawah umur, tetapi kedua provider ini tetap menggunakan anak-anak sebagai bintang iklan, bukan hanya itu tetapi iklan yang ditampilkan juga tidak boleh mengajarkan anak-anak tentang hal-hal yang menyesatkan dan tidak pantas dilakukan anak-anak, seperti yang dilakukan provider XL dan AS yang mengajarkan bintang iklannya untuk merendahkan pesaing dalam bisnisnya. 
    Hal yang dilakukan kedua kompetitor ini tentu telah melanggar prinsip-prinsip EPI dan harusnya telah disadari oleh kedua kompetitor ini, dan harus segera menghentikan persaingan tidak sehat ini. Kedua kompetitor provider ini melanggar prinsip-prinsip dan aturan-aturan kode etik dan moral untuk mencapai tujuannya untuk mendapatkan keuntungan lebih dan menguasai pasaran dimasyarakat yang diberi kebebasan luas untuk melakukan kegiatan dan mengembangkan diri dalam pembangunan ekonomi serta telah diberi kesempatan pada usaha-usaha tertentu untuk melakukan penguasaan pangsa  pasar secara tidak wajar. Keadaan tersebut didukung oleh orientasi bisnis yang tidak hanya pada produk,  promosi dan kosumen tetapi lebih menekankan pada persaingan sehingga etika bisnis tidak lagi diperhatikan dan akhirnya telah menjadi praktek monopoli.
    Padahal telah dibuat undang-undang yang mengatur tentang persaingan bisnis, yaitu UU No.5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, tetapi kedua kompetitor ini mengabaikan Undang-Undang yang telah dibuat. Perilaku tidak etis dalam kegiatan bisnis kedua kompetitor provider ini sering juga terjadi karena  peluang-peluang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang kemudian disahkan dan disalahgunakan dalam pelaksanaannya dan kemudian dipakai sebagai dasar untuk melakukan perbuatan- perbuatan yang melanggar  etika bisnis dalam menjalankan bisnisnya.

3.  Tujuan dan Manfaat Penulisan

a. Agar dapat mengetahui mana iklan yang sehat, sesuai dengan kode etik periklanan Indonesia.
b. Sebagai bahan perbandingan dari berbagai macam studi kasus pelanggaran kode etik periklanan Indonesia
c. Agar dapat mengetahui pelanggaran kode etik periklanan Indonesia ditinjau dari segi Filsafat Komunikasi dan dakwah.

4. Analisis Antologi/Realita
    Dalam kajian antologi kita harus terlebih dahulu mengetahui tentang ciri-ciri esensial dari yang ada dalam dirinya sendiri, menurut bentuknya yang paling abstrak.

    Periklanan atau pariwara sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah  iklan yang berupa berita (bukan gambar atau poster); reklame atau pemberitahuan, misalnya dalam koran; pengumuman. Iklan dapat juga diartikan sebagai bentuk pesan tentang suatu produk yang disampaikan lewat media dan dibiayai oleh pemrakarsa yang dikenal serta ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat.
    Kode Etik Periklanan di atur dalam Etika Pariwara Indonesia (EPI) yang merupakan tata krama periklanan Indonesia, yang kemudian disusun melalui dua tatanan pokok yakni Tata Krama (Code of Conducts) dan Tata Cara (Code of Practices). Tata Krama (Code of Conducts) meliputi Tata krama isi iklan, tata krama raga iklan, tata krama pemeran iklan dan tata krama wahana iklan. Sedangkan Tata Cara (Code of Practices) memiliki tiga asas yakni; Jujur, benar, dan bertanggung jawab, bersaing secara sehat, dan melindungi dan menghargai khalayak, tidak merendahkan agama, budaya, negara, dan golongan, serta tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.
    Dalam kasus di atas dapat kita simpulkan bahwa di dalamnya terdapat beberapa kata yang digunakan mengandung unsur-unsur yang dapat kita kategorikan sebagai persaingan tidak sehat dan seolah-olah ingin memonopoli bisnis provider seluler Indonesia.

5. Analisis Epistimologi/Sumber Pengetahuan
    Kode etik pariwara Indonesia (EPI) merupakan dasar atau acuan utama dari setiap pembuatan iklan/pariwara di Indonesia yang mengharuskan setiap pengiklan mematuhi setiap poin dalam kode etik tersebut agar tidak terjadi hal yang dapat mengganggu stabilitas periklanan seluruh Indonesia.
    Dalam kasus di atas dapat kita pahami bahwa salah satu prinsip etika yang diatur di dalam EPI, terdapat sebuah prinsip bahwa “Iklan tidak boleh merendahkan produk pesaing secara langsung maupun tidak langsung”, hal inilah kemudian yang menjadi tolak ukur bahwa apa yang dilakukan kedua provider tersebut telah melanggar kode etik periklanan Indonesia, meskipun iklan tersebut secara tidak langsung merendahkan dan menjatuhkan satu sama lain karena dilakukan dengan sangat halus. Namun bukan berarti keduanya tidak melanggar kode etik periklana itu sendiri.

6. Analisis Aksiologi/Nilai
    Aksiologi dalam hal ini mempertanyakan nilai: bagaimana dan untuk tujuan apa hal itu digunakan. Kode etik periklanan sendiri merupakan garis haluan terciptanya iklan yang berkualitas dan sesuai dengan UU yang berlaku di Indonesia. Sementara tujuan pokok dari kode etik periklanan adalah sebagai berikut :
a. Menciptakan pengenalan merek / produk / perusahaan
b. Melalui periklanan khalayak akan mengetahui keberadaan merk, produk maupun perusahaan pasar.
c. Memposisikan. Melalui periklanan perusahaan pasar dapat memposisikan produknya dengan membedakan diri dengan produk pesaing.
d. Mendorong prospek untuk mencoba. Dengan menyampaikan pesan-pesan yang persuasive, khalayak didorong untuk mencoba menggunakan produk atau merk yang ditawarkan.
e. Mendukung terjadinya penjualan. Dengan beriklan diharapkan konsumen bertindak untuk membeli produk
f. Membina loyalitas. Dengan beriklan akan semakin memantapkan keberadaan pelanggan yang loyal. Artinya perusahaan ingin menyampaikan bahwa merk dan produk yang pernah digunakan konsumen masih tetap ada dipasar.
g. Mengumumkan cara baru pemanfaatan. Inovasi atau cara baru pemanfaatan dapat membedakan produk-produk sah dengan tiruan.

    Ditinjau dari tujuan adanya kode etik periklanan dapat kita ketahui bahwa kasus yang penulis angkat dalam pembahasan secara langsung tidak saling bertentangan, namun jika kita telisik lebih jauh, maka kasus di atas sangat tidak sesuai dengan tujuan kode etik periklanan itu sendiri. 
    Dari kasus iklan di atas dapat kita lihat bahwa keduanya (AS & XL) berharap dengan dibuatnya iklan tersebut dapat meningkatkan pembelian produknya oleh konsumen, sesuai dengan poin ke 4 dari tujuan utama kode etik periklanan, namun  secara tidak langsung melanggar kode etik periklanan itu sendiri.
    Berdasarkan buku Communication Quotient (Ellys Lestari Pambayun : 2012) dalam contoh kasus di atas dapat kita ketahui bahwa konten dari iklan di atas tidak sesuai dengan prinsip komunikasi, "Qawlan Maysuran" (kata-kata yang pantas) dalam artian melakukan ucapan yang Pantas atau sopan yang kemudian ditegaskan dalam al-Quran Surah al-Isra ayat 28 yang artinya "dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas".

Bersambung


FILSAFAT KOMUNIKASI
Studi Kasus Kode Etik Periklanan Indonesia (EPI) 
Antologi, Epistimologi & Aksiologi

DOSEN PEMBIMBING :
Ellys Lestari Pambayun, M.Si

DISUSUN OLEH :
Muh. Yahya Saraka
Nim : 151211105

INSTITUT PTIQ JAKARTA
FAKULTAS DAKWAH
KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
2017/2018

TEORI KONSTRUKTIVISME Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai bentuk komunikasi yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuat...

TEORI KONSTRUKTIVISME



Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai bentuk komunikasi yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.

Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti:

1.    Faktor komunikasi yang pro aktif  berasaskan pengalaman yang sudah ada.

2.    Menjadikan komunikasi secara aktif oleh komunikan melalui proses saling memengaruhi antara bentuk komunikasi terdahulu dengan bentuk komunikasi terbaru.

3.    Menyampaikan pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.

4.    Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi komunikasi yang utama. Faktor ini berlaku apabila seorang komunikan menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.

5.    Bahan yang disediakan perlu mempunyai kaitan dengan pengalaman komunikan untuk menarik minat komunikan.

 Dari uraian tersebut dapat dikatakan, bahwa makna komunikasi menurut konstruktivisme adalah aktivitas yang aktif, di mana komunikan membina sendiri pengetahuannya, mencari arti dari apa yang mereka pelajari dan merupakan proses menyelesaikan konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berpikir yang telah ada dan dimilikinya (Shymansky,1992).

Dari beberapa analisis di atas sebenarnya dapat disimpulkan bahwa teori konstruktivisme mampu mendorong kemampuan komunikan untuk berpikir kritis serta terlibat secara aktif dalam dialog atau diskusi bersama komunikator dan komunikan lainnya. Selain itu komunikan mampu terlibat dalam pengalaman yang menantang dan mendorong terjadinya diskusi.

Contohnya, ketika seorang guru/dosen memberikan suatu konsep atau teori komunikasi yang kemudian dibenturkan dengan kejadian nyata dalam kehidupan sehari-hari. Dari hal tersebut seorang siswa atau mahasiswa dapat belajar dengan mandiri untuk menentukan nilai-nilai dari suatu konsep atau teori yang telah dikemukakan oleh guru/dosen melalui penelitian yang dilakukan.

 

ANALISIS PERMASALAHAN SOSIAL Dampak Fanatisme Agama Terhadap Persatuan  Kesatuan Bangsa Indonesia A.      Latar Belakang          Da...

ANALISIS PERMASALAHAN SOSIAL
Dampak Fanatisme Agama Terhadap Persatuan Kesatuan Bangsa Indonesia

A.     Latar Belakang         
Dalam hal berbangsa dan bernegara, persatuan dan kesatuan adalah hal yang mutlak ada, dikarenakan tanpa adanya persatuan dan kesatuan, bangsa tersebut akan hancur. Di Indonesia sendiri, persatuan dan kesatuan merupakan sila ketiga dari lima dasar negara, yang mengindikasikan bahwa bangsa Indonesia lahir dan besar dengan adanya persatuan dan kesatuan di dalamnya. Persatuan dan kesatuan ini pula terkandung dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang artinya berbeda-beda tapi tetap satu. Maksudnya ialah, bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk, yang dihuni oleh berbagai macam suku, adat, budaya dan agama, tetapi tetap satu tumpah darah dan satu tanah air, Indonesia.
Permasalahan persatuan dan kesatuan kita sebagai bangsa Indonesia akhir-akhir ini mulai terganggu dengan begitu banyaknya permasalahan sosial yang muncul. Salah satunya fanatisme agama yang secara tidak langsung memberikan efek negatif terhadap persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. 
Berangkat dari penjelasan di atas, kami akan mencoba untuk menganalisa dan menemukan solusi dari permasalahan yang timbul akibat Fanatisme agama terhadap persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

B.     Analisa Permasalahan
Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi demokrasi, hal ini terlihat dari pemilihan pemimpin negara yang dipilih langsung oleh rakyat. Asas demokrasi adalah kebebasan yang bertanggung jawab. Maksudnya ialah, setiap orang bebas untuk berbicara, bebas untuk memilih dan bebas untuk beragama apapun, namun harus bertanggung jawab terhadapa apa yang  dilakukan.
Di Indonesia sendiri, kebebasan beragama adalah hal yang diakui, jadi setiap warga negara Indonesia berhak untuk menganut agama apapun sesuai peraturan undang-undang.
Fanatisme beragama sendiri tidak muncul begitu saja, namun hal tersebut dilatar belakangi kurangnya pengetahuan dan pemahaman tentang betapa pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, kemudian pengetahuan tentang sejarah besar bangsa Indonesia yang kurang. Di samping itu mereka yang begitu fanatik terhadap agama yang kemudian mengesampingkan persatuan dan kesatuan bangsa dapat dikatakan sebagai orang-orang yang kurang memahami isi ajaran agama mereka sendiri.
Dari penjelasan di atas, dapat kita tarik benang merahnya, bahwa dalam analisa kami, terdapat tiga hal pokok yang menyebabkan fanatisme agama, yakni:
·    Kurangnya pengetahuan dan pemahaman tentang pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
·        Kurangnya pengetahuan terhadap sejarah bangsa Indonesia
·        Kurangnya pemahaman dan pengetahuan tentang isi ajaran agama.
Setalah melakukan analisa dan pemetaan terhadap masalah di atas, maka dapat kita lanjutkan pada tahap selanjutnya yakni menemukan solusi dari permasalahan tersebut.

C.     Solusi/Pemecahan Masalah
Dari analisa dan pemetaan di atas kita dapat mengetahui solusi atau pemecahan masalah fanatisme agama yang berdampak negatif pada persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia sebagai berikut:
·        Memberikan pemahaman tentang pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Dengan memberikan contoh bangsa-bangsa yang dulunya makmur kemudian menjadi hancur akibat tidak dapat menjaga persatuan dan kesatuan.
·        Memberikan pengetahuan dan pemahaman yang mendalam tentang sejarah bangsa Indonesia. dengan pendekatan, bahwa bangsa Indonesia dapat merebut kemerdekaan dari penjajah dengan adanya persatuan dan kesatuan seluruh rakyat Indonesia tanpa melihat perbedaan di antara mereka, baik suku terlebih agamanya.
·        Memberikan pemahaman yang baik, bahwa setiap agama yang ada di dunia ini mencintai persatuan dan kesatuan.
·        Menumbuhkan semangat ke Bhinnekaan, dengan memberikan pemahaman yang baik dan benar tentang arti sesungguhnya semboyan negara kita “Bhinneka Tunggal Ika.” Akhirnya dengan memberikan pemahaman dan pengetahuan yang baik tentang arti Bhinneka Tunggal Ika, dapat memperkuat dan memperkokoh persatuan dan kesatuan kita sebagai bangsa Indonesia.



Nama                  : Muh. Yahya Saraka
Fakultas/Prodi    : Dakwah/KPI

FILSAFAT KOMUNIKASI DAN DAKWAH Analisa Komunikator (Dr. Zakir Naik) A.     Biografi Komunikator Zakir Abdul Karim Naik adalah seorang Da...

FILSAFAT KOMUNIKASI DAN DAKWAH

Analisa Komunikator (Dr. Zakir Naik)

A.    Biografi Komunikator

Zakir Abdul Karim Naik adalah seorang Da'i, pembicara umum, dan penceramah internasional Muslim dari India. Secara profesi, ia adalah seorang dokter medis, memperoleh gelar "Sarjana Kedokteran dan Bedah" (Bachelor of Medicine and Surgery, MBBS) dari Maharashtra, tetapi sejak 1991 ia telah menjadi seorang pembicara Islam dan ulama yang terlibat dalam dakwah Islam dan perbandingan agama.

Ia menyatakan bahwa tujuannya ialah antara lain untuk berbicara mengenai Islam kepada non-muslim dan mengklarifikasikan segala macam kesalahpahaman tentang agama Islam itu sendiri, terutama labeling "terroris" dan "radikalisme". Ia juga sering berbicara mengenai agama Islam sebagai agama yang sesuai dengan fakta, agama yang masuk akal dan cocok dengan ilmu Sains modern untuk bisa meyakinkan non muslim tentang kebenaran agama tersebut.

Zakir Naik adalah pendiri dan presiden Islamic Research Foundation (IRF), sebuah organisasi nirlaba Islam yang khusus dalam penelitian Islam dan Perbandingan agama yang juga memiliki dan menyiarkan jaringan saluran TV gratis yakni Peace TV dari Mumbai,India.

Zakir Naik lahir pada tanggal 18 Oktober 1965 di Mumbai (Bombay pada waktu itu), India dan merupakan keturunan Konkani. Ia bersekolah di St. Peter's High School (ICSE) di kota Mumbai. Kemudian bergabung dengan Kishinchand Chellaram College dan mempelajari kesehatan di Topiwala National Medical College and Nair Hospital di Mumbai. Ia kemudian menerima gelar MBBS-nya di University of Mumbai. Tahun 1991 ia berhenti bekerja sebagai dokter medis dan beralih di bidang dakwah atau proselitisme Islam. Dr. Zakir Naik mengatakan ia terinspirasi oleh Ahmed Deedat yang telah aktif di bidang dakwah selama lebih dari 40 tahun. Menurut Dr. Zakir Naik, tujuannya adalah "berkonsentrasi pada remaja Muslim berpendidikan yang mulai meragukan agamanya sendiri dan merasa agamanya telah kuno" dan adalah tugas setiap Muslim untuk menghilangkan kesalahpahaman tentang Islam untuk melawan apa yang ia anggap sebagai bias anti-Islam oleh media Barat setelah serangan 11 September 2001 terhadap Amerika Serikat. 

Ia telah berceramah dan menulis sejumlah buku tentang Islam dan perbandingan agama juga hal-hal yang ditujukan untuk menghapus keraguan tentang Islam. Sejumlah artikelnya juga sering diterbitkan di majalah India seperti Islamic Voice. Thomas Blom Hansen, seorang sosiolog yang memegang posisi akademik di berbagai universitas, telah menulis bahwa gaya Dr. Zakir Naik dalam menjelaskan kandungan Qur'an dan hadits dalam berbagai bahasa, dan bepergian ke berbagai negara untuk membicarakan Islam bersama para teolog, telah menjadikannya sangat terkenal di lingkungan Muslim dan non-Muslim. Meskipun ia biasa berbicara kepada ratusan hadirin, dan kadang ribuan hadirin, justru rekaman video dan DVD ceramahnya yang banyak didistribusikan. Perkataannya biasa direkam dalam bahasa Inggris, untuk disiarkan pada akhir pekan di sejumlah jaringan TV kabel di lingkungan Muslim Mumbai, dan di saluran Peace TV. Topik yang ia bicarakan mencakup: "Islam dan Ilmu Pengetahuan Modern", "Islam dan Kristen", dan "Islam dan Sekularisme", di antara yang lain. 

B.     Analisis Komunikator

Untuk mengukur tingkat kredibilitas seorang komunikator, Aristoteles memberikan 3 (tiga) kriteria khusus yakni; Ethos, Logos dan Phatos.

Dalam hal ini, Dr. Zakir Naik, akan kita teliti tingkat kredibilitasnya sebagai seorang pendakwah atau komunikator menggunakan tiga (3) kriteria yang dijabarkan Aristoteles, sebagai berikut:

1.      Ethos (kredibilitas) Dr. Zakir Naik sendiri dapat kita jabarkan sebagai berikut:

a.       Kecerdasan
      Kecerdasan Dr. Zakir Naik tentu dapat kita lihat dari ceramah-ceramah beliau yang mampu dengan bijak berbicara dengan orang banyak yang berbeda kultur maupun agama. Sekalipun ada diantara para pendengar yang kadang tidak memiliki persepsi yang sama dengan Dr. Zakir Naik, namun kecerdasan seorang komunikator tidak dilihat dari keahliannya untuk mengarahkan pendengar agar mempunyai persepsi dan pandangan yang sama. Karena kecerdasan tidaklah sama dengan kepercayaan akan ide-ide yang dimiliki pembicara, karena ide lebih mengarah pada persamaan persepsi dan pandangan antara pembicara dan pendengarnya.

 

b.      Karakter
      Karakter seorang komunikator dapat dilihat dari sikap jujur dan dapat dipercaya. Dr. Zakir Naik sendiri meerupakan sosok yang banyak dipercaya orang-orang, hal ini terbukti dengan banyaknya orang yang memeluk agama islam setelah mendengarkan ceramah beliau. Disamping itu, setiap kali berargumen, Dr. Zakir Naik selalu memberikan dalil-dalil yang kuat disertai pendekatan rasionalis, yang mana dalil-dali tersebut bukan hanya dari kitab Suci Al-Qur’an yang merupakan kita yang Dr. Zakir Naik yakini, namun dari berbagai kitab suci lainnya, seperti Injil Perjanjian Baru/ dan Perjanjian Lama (kristen), Kitab Weda (Hindu) & Kitab Tripitaka, Bhagavad Gita (Budha). Sehingga Dr. Zakir Naik dengan mudah dipercaya oleh para pendengarnya.

 

c.       Niat Baik

      Niat baik dari seorang komunikator dapat dilihat dengan jelas ketika apa yang diutarakannya juga terimplementasi dalam kehidupan sehari-harinya.
Dalam hal ini, kami tidak mendapatkan informasi secara lengkap mengenai keseharian Dr. Zakir Naik, namum kebanyakan informasi yang kami dapatkan berdasarkan pada ulasan-ulasan dari berbagai website, menyatakan bahwa, Dr. Zakir Naik merupakan seorang yang taat terhadap perintah Allah dan Rasulullah yang kemudian tercermin dari cara berpakaian beliau yang selalu mengikuti sunah Rasulullah dengan celana di atas mata kaki.

2.      Logos (Pendekatan Rasional)

      Kriteria penting yang harus dimiliki seorang komunikator ialah harus memiliki akal yang sehat. Dalam hal ini tak dapat kita pungkiri bahwa di setiap ceramahnya, Dr. Zakir Naik selalu melakukan pendekatan logika baik ketika menyampaikan isi ceramahnya maupun saat menjawab pertanyaan pendengar. Hal ini dapat kita lihat pada salah satu ceramah beliau, ketika seoarang pendengar bertanya “mengapa Tuhan tidak bisa menjadi manusia?”, Dr. Zakir Naik lantas menjawab, Tuhan bisa menjadi manusia, tetapi ketika Tuhan menjadi manusia, maka bisa saja esok hari banyak manusia yang menjadi Tuhan, karena tidak ada pembeda antara manusia dan Tuhan atau sebaliknya.

 

3.      Phatos (Pendekatan Emosional)

      Seorang komunikator baiknya menggunakan perasaan dalam menghadapi pendengarnya, agar apa yang disampaikan komunikator tersebut dapat dengan mudah diterima oleh pendengarnya. Ditinjau dari segi Phatos (pendekatan emosional) Dr. Zakir Naik dinilai kurang menggunakan pendekatan ini, dapat terlihat di berbagai ceramahnya, Dr. Zakir Naik lebih memilih untuk langsung menyudutkan setiap orang yang mempertanyakan kebenaran dalam islam dari pada melakukan pendekatan emosional terlebih dahulu. Disamping itu, Dr. Zakir Naik memang mempunyai dasar-dasar yang kuat untuk menyudutkan dan menyerang setiap orang yang mempertanyakan kebenaran islam, sehingga menjadi sesuatu yang wajar ketika Dr. Zakir Naik melakukannya.

C.    Kesimpulan

Secara keseluruhan, Dr. Zakir Naik merupakan komunikator/Da’i yang benar-benar berkompeten dalam bidangnya. Dari beberapa video yang kami teliti, Dr. Zakir Naik mampu meyakinkan pendengarnya dengan penjelasan-penjelasan logis dan masuk akal, di mana Dr. Zakir Naik sering mengutarakan ayat-ayat al-Qur’an yang kemudian disingkronisasi dengan perkembangan manusia saat ini, baik dalam bidang kedokteran maupun teknologi. Beliau dengan lugas menjelaskan betapa hebatnya al-Qur’an yang turun 1400 tahun yang lalu dan mampu mengungkapkan dengan gamblang sesuatu yang baru dapat dibuktikan kebenarannya hari ini.

Namun dari sisi pendekatan emosional, Dr. Zakir Naik cenderung frontal terhadap pendengarnya, sehingga beberapa orang berpendapat bahwa beliau tidak menggunakan pendekatan ini dalam menyampaikan informasi atau berdakwah.

 

Nama : Muh. Yahya Saraka

Semester: V (lima)

Fakultas/Prodi: Dakwah/Komunikasi Penyiaran Islam

 

DAFTAR PUSTKA

Pambayun, Ellys Lestari (2012) Communication Quotient. Bandung. PT Remaja Rosdakarya
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Zakir_Naik

 

BAB I PENDAHULUAN   A.     Latar Belakang         Dalam konteks pembahasan Ushul Fiqh kita tidak bisa terlepas dari  mashadir al-s...


BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang

      Dalam konteks pembahasan Ushul Fiqh kita tidak bisa terlepas dari mashadir al-syari’ah atau ushul al-ahkam atau adillat al-ahkam atau yang sering kita sebut sumber-sumber pengambilan hukum.

Mahmud ‘Abd al-Karim Hasan mengemukankan bahwa sebagaimana ushul fiqh, mashadir al-syariah haruslah sesuatu yang jelas dan pasti. Karena mashadir al-syariahadalah bagian dari prinsip dasar (al-ushul al-kulliyat) sebagaimana aqidah, tidak dapat dijadikan pedoman hanya karena berdasarkan zhann (persangkaan)[1]

Pembagian hukum-hukum syari’at sendiri dapat kita klasifikasikan menjadi tiga yakni, sesuatu yang telah disepakati semua ulama tanpa terkecuali sebagai sumber hukum syari’at, yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah. Yang kedua yakni sumber hukum syari’at yang disepakati mayoritas ulama sebagai sumber hukum syari’at, yaitu ijma’ dan qiyas. Kemudian, sesuatu yang menjadi perdebatan para ulama, bahkan mayoritasnya, yaitu ‘urf, istishhab, istihsan, mashlahah mursalah, syar’u man qablana dan madzhab sahabat.

Namun dalam pembahasan ini kami hanya akan menyinggung hal-hal yang berkaitan dengan sumber hukum-hukum syari’at yang disepakati oleh semua ulama, yakni al-Qur’an dan as-Sunnah.

Al-Qur’an dan as-Sunnah sendiri merupakan sumber hukum yang paling tinggi derajatnya dalam islam, olehnya itu sudah menjadi keniscayaan untuk kita mengetahui pengertian, kedudukan dan fungsi dari keduanya.

B.     Rumusan Masalah

1.      Pengertian, kedudukan dan fungsi al-Qur’an

2.      Apa itu muhkam dan mutasyabih dalam al-Qur’an?

3.      Pengertian, kedudukan dan fungsi al-Hadits

4.      Apakah  hubungan antara al-Hadits dan al-Qur’an?

 

C.    Tujuan dan Manfaat

1.      Tujuan :

·         Memberi kita pengetahuan tentang pengertian, kedudukan dan fungsi al-Qur’an dan as-Sunnah dalam hukum syari’at islam.

·         Memberikan kita pengetahuan tentang muhkam dan mutasyabih dalam al-Qur’an.

·         Memberikan kita pengetahuan tentang adanya hubungan antara al-Hadits dan al-Qur’an.

2.      Manfaat :

·         Agar kita dapat  mengetahui pengertian, kedudukan dan fungsi al-Qur’an dan as-Sunnah dalam  hukum  syari’at islam.

·         Agar kita dapat mengetahui muhkam dan mutasyabih dalam al-Qur’an.

·         Agar kita mengetahui hubungan antara al-Hadits dan al-Qur’an.

 

D.    Batasan Masalah

Agar penulisan dan pembahasan makalah ini tidak menyimpang dan mengembang dari tujuan yang semula diinginkan, maka penulis menetapkan batasan masalah sebagai berikut:

1.      Sumber hukum islam yakni al-Qur’an hanya dibahas seputar pengertian, kedudukan dan fungsinya saja.

2.      Muhkam dan mutasyabih dibatasi hanya seputar pengertian dan contohnya.

3.      Sumber hukum islam kedua yakni al-Hadits dibatasi pembahasannya hanya pada pengertian, kedudukan dan fungsinya.

4.      Hubungan antar al-Hadits dan al-Qur’an dibatasi hanya seputar pembagian dan contoh-contoh sederhananya.

BAB II

PEMBAHASAN

 A.    Al-Qur’an

 1.      Pengertian, Kedudukan dan Fungsi Al-Qur’an

Pengertian

Secara bahasa, al-Qur’an adalah bentuk masdar yang bermakna qiraa’ah (bacaan), yang dalam pengertian lebih jauh diungkapkan sebagai kumpulan dari kalam Allah swt. yang dibaca dengan lisan makhluk. Sedang menurut terminologi, al-Qur’an adalah kalam Allah swt. yang berbahasa arab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. sebagai mu’jizat melalui perantara malaikat Jibril yang kemudian tertulis di lembaran-lembaran yang teriwayatkan secara mutawatir serta membacanya merupakan sebuah ibadah.

Kedudukan

Al-qur’an adalah dalil yang awal dan utama dalam perujukan dan penetapan hukum dalam islam. Al-Qur’an merupakan pokok ajaran islam, dasar aqidah, sumber syari’at dan petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa.

Dapat dijabarkan bahwa kedudukan al-Qur’an di dalam islam sebagai berikut:

a)      Al-Qur’an sebagai sumber berbagai disiplin ilmu keislaman.

Disiplin ilmu yang bersumber dari al-Qur’an di antaranya yaitu:

1.      Ilmu Tauhid (Teologi)

2.      Ilmu Hukum

3.      Ilmu Tasawuf

4.      Ilmu Filasafat Islam

5.      Ilmu Sejarah Islam

6.      Ilmu Pendidikan Islam

 

b)      Al-Quran sebagai Wahyu Allah SWT  yaitu seluruh ayat al-Qur’an adalah wahyu  Allah; tidak ada satu kata pun yang  datang dari perkataan atau pikiran Nabi.

c)      Kitabul Naba wal akhbar (Berita dan Kabar) arinya, al-Qur’an merupakan khabar yang di bawah nabi yang datang dari Allah dan di sebarkan kepada manusia.

d)     Minhajul Hayah (Pedoman Hidup), sudah seharusnya setiap Muslim menjadikan al-Qur’an sebagai rujukan terhadap setiap problem yang di hadapi.

e)      Sebagai salah satu sebab masuknya orang arab ke agama Islam pada zaman rasulallah dan masuknya orang-orang sekarang dan yang akan datang.

f)       Al-Quran sebagai suatu yang bersifat Abadi artinya, al-Qur’an itu tidak akan terganti oleh kitab apapun sampai hari kiamat baik itu sebagai sumber hukum, sumber ilmu pengetahuan dan lain-lain.

g)      Al-Qur’an di nukil secara mutawattir artinya,  al-Qur’an disampaikan kepada orang lain secara terus-menerus oleh sekelompok   orang yang tidak mungkin bersepakat untuk berdusta karena banyaknya jumlah orang dan berbeda-bedanya tempat tinggal mereka.\

h)      Al-Qur’an sebagai sumber hukum, seluruh mazhab sepakat al-Qur’an sebagai sumber utama dalam menetapkan hukum, dalam kata lain bahwa al-Qur’an menempati posisi awal dari tertib sumber hukum dalam berhujjah.

i)        Al-Qur’an di sampaikan kepada nabi Muhammad secara lisan artinya, baik lafaz ataupun maknanya dari Allah SWT.\

j)         Al-Qur’an termaktub dalam Mushaf, artinya bahwa setiap wahyu Allah yang lafaz dan maknanya berasal dari-Nya itu termaktub dalam Mushaf (telah di bukukan).

k)      agama islam datang dengan al qur'annya membuka lebar-lebar mata manusia agar mereka manyadari jati diri dan hakikat hidup di muka bumi.  

 

Fungsi

Sementara fungsi al-Qur’an sendiri dapat kita tinjau dari dua sudut, yakni, dari sudut substansi dan realitas di dalam kehidupan manusia yang mana semuanya tersurat di dalam al-Qur’an itu sendiri sebagai berikut:

 

a)      Fungsi Al-Qur’an  dari sudut subtansinya:

 

1.      Al-Huda (petunjuk), Dalam al-Qur'an terdapat tiga kategori tentang posisi al-Qur'an sebagai petunjuk. Pertama, petunjuk bagi manusia secara umum. Kedua, al-Qur'an adalah petunjuk bagi orang-orang bertakwa. Ketiga, petunjuk bagi orang-orang yang beriman.

2.      Al-Furqon (pemisah), Dalam al-Qur'an dikatakan bahwa ia adalah ugeran untuk membedakan dan bahkan memisahkan antara yang hak dan yang batil, atau antara yang benar dan yang salah.

3.      Al-Asyifa (obat). Dalam al-Qur'an dikatakan bahwa ia berfungsi sebagai obat bagi penyakit-penyakit yang ada dalam dada (mungkin yang dimaksud disini adalah penyakit Psikologis)

4.      Al-Mau’izah (nasihat), Di dalam  al-Qur’an di katakan bahwa ia berfungsi sebagai penasihat bagi orang-orang yang bertakwa.

 

b.      Fungsi Al-Qur’an di lihat dari realitas kehidupan manusia:

 

1.       Al-Qur’an sebagai petunjuk jalan yang lurus bagi kehidupan manusia

2.       Al-Qur’an sebagai mukjizat bagi Rasulallah SAW

3.      Al-Qur’an menjelaskan kepribadian manusia dan ciri-ciri umum yang  membedakannya dari makhluk lain

4.      Al-Qur’an sebagai korektor dan penyempurna kitab-kitab Allah sebelumnya

5.      Menjelaskan kepada manusia tentang masalah yang pernah di perselisikan ummat Islam terdahulu

6.      Al-Qur’an brfungsi Memantapkan Iman

7.      Tuntunan dan hukum untuk menempuh kehiduapan

 

 

2.      Muhkam dan Mutasyabih

Di dalam al-Qur’an terdapat klasifikasi atau pengelompokan ayat muhkam dan mutasyabih. Namun mengenai maksud dari muhkam dan mutasyabih para ulama banyak yang berbeda pendapat, kami hanya akan mengutip pendangan imam Al-Ghazali yang telah mentashihkan pengertian dari muhkam dan mutasyabih sebagai berikut:

1.      Al-Muhkam adalah ayat-ayat yang maknanya lugas, tidak menimbulkan isykaal, tanda tanya dan dualisme makna. Sedang al-Mutasyabih adalah sebaliknya.

2.      Al-Muhkam adalah ayat-ayat yang susunan kalimatnya jelas, memberikan kefahaman dari zhahirnya atau pentakwilan yang tidak menimbulkan kesimpangsiuran makna. Namun, al-muhkam dengan pengertian kedua ini adalah kalimat dengan susunan yang kacau dan kalimat yang tidak memberikan kefahaman secara jelas.[2]

B.     Al-Hadits

 

1.      Pengertian, Kedudukan Hadits dan Fungsi

Pengertian

Hadits menurut bahasa (lughah) memiliki beberapa pengertian, yakni:

1)      Jadid memiliki arti yang baru

2)      Qarib memiliki arti yang dekat, yang beluum lama terjadi

3)      Khabar atau warta, atau sesuatu yang di perbincangkan serta dipindahkan dari seseorang ke orang lainnya.

Dari makna khabar tersebut maka diambillah ungkapan “Hadits Rasulillah”. Hadits yang memiliki makna khabar ini, diambil dari kata bahasa arab yaitu Haddatsa, Yuhaditsu, Tahdits, yang memiliki makna riwayat atau ikhbar atau mengabarkan.

Sedang menurut istilah pengertian hadits dapat dilihat dari dua hal yakni, pengertian hadits menurut para ahli hadits dan pengertian hadits menurut ahli ushul fiqh.

Pengertian Hadits Menurut Para Ahli Hadits ada dua, yakni pengertian Hadits yang terbatas serta pengertian Hadits yang luas.

Pengertian Hadits yang terbatas merupakan sesuatu yang telah disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. Baik itu berupa perkataan, perbuatan, sampai pernyataan (taqrir) dan sebagainya.

Sedangkan Pengertian Hadits yang luas, merupakan Hadits yang tidak hanya disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW semata, akan tetapi pula mencakup perkataan, perbuatan, atau taqrir yang disandarkan kepada para sahabat atau tabi’in. sehingga dalam Hadits terdapat istilah marfu’ yang berarti (yang disandarkan kepada nabi), dan manqul (yang disandarkan kepada sahabat), serta maqthu’ (yang disandarkan kepada tabi’i).

Menurut Ahli Ushul, Hadits merupakan “segala perkataan, perbuatan serta ketetapan Nabi yang bersangkut paut dengan hukum”.

Maka menurut mereka, tidak termasuk Hadits sesuatu yang tidak tersangkut paut dengan hukum, seperti masalah dalam kebiasaan sehari-hari atau adat istiadat.

Kedudukan

Para ulama telah sepakat bahwanya Hadits Nabi merupakan sumber hukum Islam yang kedua setelah kitab suci Al-Qur’an, serta umat Islam wajib melaksanakan isinya.

Banyaknya ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang menunjukan bahwa Hadits/sunah Nabi merupakan salah satu sumber dari hukum Islam. Banyak ayat yang mewajibkan kepada umat Islam agar mengikuti ajaran Rasulullah SAW, yaitu, dengan cara melaksanakan perintah-perintahnya serta menjauhi segala larangannya.

Tuhan telah memerintahkan kita untuk mengikuti rasul sebagai mana Tuhan memerintahkan kita menaati-Nya sendiri. Bahkan Allah SWT mengancam orang-orang yang menyalahi rasul.

Fungsi

Fungsi Hadits sebagai sumber hukum islam yang kedua setelah kitab suci Al-Qur’an menurut pandangan Para Ulama terdapat tiga, yakni :

a)      Hadits berfungsi untuk memperkuat Al-Qur’an. Kandungannya sejajar dengan Al-Qur’an dalam hal mujmal serta tafshilnya. Dengan kata lain Hadits hanya mengungkapkan kembali apa yang terapat dalam Al-Qur’an, tanpa menambah ataupun menjelaskan apapun.

b)      Hadits berfungsi untuk menjelaskan atau merinci aturan-aturan yang telah digariskan oleh Al-Qur’an. Fungsi yang kedua ini merupakan fungsi yang dominan dalam Hadits.

c)      Hadits berfungsi untuk menetapkan hukum yang baru yang belum diatur secara eksplisit di dalam kitab suci Al-Qur’an.

 

2.      Hubungan antara Al-Hadits dan Al-Qur’an

Hubungan hadits dengan al-qur’an – Dalam hukum Islam, Hadits menjadi sumber hukum kedua setelah Al-qur`an .

Penetapan hadits sebagai sumber kedua ditunjukan oleh tiga hal, yaitu al Qur`an sendiri, kesepakatan (ijma`) ulama, dan logika akal sehat (ma`qul).

Al Qur`an menunjuk Nabi sebagai orang yang harus menjelaskan kepada manusia apa yang diturunkan Allah, karena itu apa yang disampaikan Nabi harus diikuti, bahkan perilaku Nabi sebagai Rasul harus diteladani kaum muslimin sejak masa sahabat sampai hari ini telah bersepakat untuk menetapkan hukum berdasarkan sunnah Nabi, terutama yang berkaitan dengan petunjuk operasional.

Keberlakuan hadits sebagai sumber hukum diperkuat pula dengan kenyataan bahwa al-Qur`an hanya memberikan garis- garis besar dan petunjuk umum yang memerlukan penjelasan dan rincian lebih lanjut untuk dapat dilaksanakan dalam kehidupan manusia. Karena itu, keabsahan hadits sebagai sumber kedua secara logika dapat diterima. 

Al-Qur`an dan al-hadits merupakan dua sumber yang tidak bisa dipisahkan. Keterkaitan keduanya tampak antara lain: 

1.      As-Sunnah berfungsi sebagai penguat hukum

Di sini hadits berfungsi memperkuat dan memperkokoh hukum yang dinyatakan oleh al-Quran.

Dengan demikian hukum tersebut mempunyai dua sumber dan terdapat pula dua dalil. Yaitu dalil-dalil yang tersebut di dalam al-Qur’an dan dalil penguat yang datang dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Berdasarkan hukum-hukum tersebut banyak kita dapati perintah dan larangan. Ada perintah shalat, membayar zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, ibadah haji ke Baitullah, dan disamping itu dilarang menyekutukan Allah, menyakiti kedua orang tua serta banyak lagi yang lainnya. 

2.      As-Sunnah itu berfungsi sebagai penafsir atau pemerinci

Hubungan hadits dengan al-Qur’an – sebagai penafsir atau pemerinci hal-hal yang disebut secara mujmal dalam al-Qur’an, atau memberikan taqyid, atau memberikan takhshish dari ayat-ayat al-Qur’an yang muthlaq dan ‘am. Karena tafsir, taqyid dan takhshish yang datang dari as-Sunnah itu memberi penjelasan kepada makna yang dimaksud di dalam al-Qur’an.

Dalam hal ini Allah telah memberi wewenang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memberikan penjelasan terhadap nash-nash al-Qur’an dengan firman-Nya.

“Artinya: Dan Kami turunkan kepadamu al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada ummat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”. [An-Nahl: 44]

Diantara contoh As-Sunnah men-takhshish al-Qur’an adalah:

“Artinya: Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu, Yaitu: bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan“. [An-Nisaa: 11]

Ayat ini ditakhshish oleh as-Sunnah: 

Para nabi tidak boleh mewariskan apa-apa untuk anak-anaknya dan apa yang mereka tinggalkan adalah sebagai sadaqah. tidak boleh orang tua kafir mewariskan kepada anak yang muslim atau sebaliknya, dan.. pembunuh tidak mewariskan apa-apa [Hadits Riwayat Tirmidzi dan Ibnu Majah] 

3.      Hadits membatasi kemutlakan ayat al-Qur`an

Hubungan hadits dengan al-Qur’an – “Artinya: Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya..” [Al-Maidah: 38]. 

Ayat ini tidak menjelaskan sampai dimanakah batas tangan yang akan di potong. Maka dari as-Sunnahlah didapat penjelasannya, yakni sampai pergelangan tangan. (Subulus Salam 4: 53-55). 

4.      Hadits memberikan pengecualian terhadap pernyataan al-Qur`an yang bersifat umum

Hubungan hadits dengan al-qur’an – Misalnya al-qur`an mengharamkan memakan bangkai dan darah: 

Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, daging yang disembelih atas nama selain Allah , yang dicekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, yang dimakan binatang buas kecuali yang sempat kamu menyembelihnya , dan yang disembelih untuk berhala. Dan diharamkan pula bagimu mengundi nasib dengan anak panah, karena itu sebagai kefasikan. (Q.S Al Maidah /5:3). 

Hadits memberikan pengecualian dengan membolehkan memakan jenis bangkai tertentu (bangkai ikan dan belalang ) dan darah tertentu (hati dan limpa) sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

Dari Ibnu Umar ra.Rasulullah saw bersabda : ”Dihalalkan kepada kita dua bangkai dan dua darah . Adapun dua bangkai adalah ikan dan belalang dan dua darah adalah hati dan limpa.”(HR. Ahmad, Syafii, Ibn Majah, Baihaqi dan Daruqutni). 

5.      Hadits menetapkan hukum baru yang tidak ditetapkan oleh al-qur`an

Hubungan hadits dengan al-qur’an – al-qur`an bersifat global, banyak hal yang hukumnya tidak ditetapkan secara pasti.

Dalam hal ini, hadits berperan menetapkan hukum yang belum ditetapkan oleh al-Qur`an, misalnya hadits dibawah ini: 

Rasulullah melarang semua binatang yang bertaring dan semua burung yang bercakar. (HR. Muslim dari Ibn Abbas).

Juga tentang haramnya mengenakan kain sutera dan cincin emas bagi kaum laki-laki. Semua ini disebutkan dalam hadith-hadith yang shahih. Dengan demikian tidak mungkin terjadi kontradiksi antara al-Qur’an dengan as-Sunnah.

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Al-Qur’an dan as-Sunnah merupakan sumber hukum islam tertinggi. Al-Qur’an sendiri merupakan kitab peraturan tertinggi islam dimana as-Sunnahlah yang berperan untuk memberikan penjelasan lebih konkret mengenai maksud dari al-Qur’an.

Olehnya takdapat kita sangsikan bahwa kedua sumber hukum ini memiliki hubungan, dari kedua sumber hukum ini sudah dapat memberi kita kejelasan terhadap suatu hukum, meski dalam hal ini masih ada sumber-sumber hukum dalam islam lainnya.

Sumber-sumber hukum islam selain al-Qur’an dan as-Sunnah sendiri dapat dikatakan mengambil ketetapan sesuai dengan konsep hukum dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.


 

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Umar, dkk. 2008. Kilas Balik Teoritis Fiqh Islam. Kediri. Purna Siswa Aliyyah 2004 Madrasah Hidauatullah Mubtadi-ien, PP. Lirboyo.

Mahmud ‘Abd al-Karim Hasan. 1995. Al-Mashalih al-Mursalat, DirashTahliliyyah wa Munaqasyah Fiqhiyyah wa Ushuliyyah ma’a Amtsilah Tathbiqiyyah. Dar al-Nahdlah Al-Islamiyyah. Beirut.

 

 

 



[1] Mahmud ‘Abd al-Karim Hasan, Al-Mashalih al-Mursalat, DirashTahliliyyah wa Munaqasyah Fiqhiyyah wa Ushuliyyah ma’a Amtsilah Tathbiqiyyah, Beirut: Dar al-Nahdlah Al-Islamiyyah, 1995 hlm. 19.

 

[2] Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, Al-Mustashfa min ‘Ilm al-Ushul, Beirut, Dar al-Fikr, tt. Juz I hlm. 106.

 

DOSEN PEMBIMBING

Jamaludin Junaid, Lc, MA

 

DISUSUN OLEH

Muh. Yahya Saraka

 

INSTITUT PERGURUAN TINGGI ILMU AL-QUR’AN JAKARTA

FAKULTAS DAKWAH

KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM

2016/2017