Tampilkan postingan dengan label Komunikasi. Tampilkan semua postingan

A. KODE ETIK PERIKLANAN INDONESIA (EPI) 1. Contoh Kasus Persaingan Iklan Kartu XL dan Kartu As      Perang layanan seluler paling s...

A. KODE ETIK PERIKLANAN INDONESIA (EPI)

1. Contoh Kasus

Persaingan Iklan Kartu XL dan Kartu As
    Perang layanan seluler paling seru saat ini adalah antara XL dan Telkomsel. Berkali-kali kita dapat melihat iklan-iklan kartu XL dan kartu as/simpati (Telkomsel) saling menjatuhkan dengan cara saling memurahkan tarif sendiri. Kini perang 2 kartu yang sudah ternama ini kian meruncing dan langsung tak tanggung-tanggung menyindir satu sama lain secara vulgar. Bintang iklan yang jadi kontroversi itu adalah SULE, pelawak yang sekarang sedang naik daun. Awalnya Sule adalah bintang iklan XL. Di XL, Sule bermain satu frame dengan bintang cilik Baim dan Putri Titian. Di situ, si Baim disuruh om sule untuk ngomong;

“om sule ganteng”, tapi dengan kepolosan dan kejujuran (yang tentu saja sudah direkayasa oleh sutradara ) si baim ngomong, “om sule jelek..”.

Setelah itu, sule kemudian membujuk baim untuk ngomong lagi, “om sule ganteng” tapi kali ini si baim dikasih es krim sama sule. Tapi tetap saja si baim ngomong, “om sule jelek”. XL membuat sebuah slogan, “sejujur baim, sejujur XL”.

    Iklan ini dibalas oleh TELKOMSEL dengan meluncurkan iklan kartu AS. Awalnya, bintang iklannya bukan sule, tapi diiklan tersebut sudah membalas iklan XL tersebut dengan kata-katanya yang kurang lebih berbunyi seperti ini;

“makanya, jangan mau diboongin anak kecil..!!!”

Nggak cukup di situ, kartu AS meluncurkan iklan baru dengan bintang sule. Di iklan tersebut, sule menyatakan kepada pers bahwa dia sudah tobat. Sule sekarang memakai kartu AS yang katanya murahnya dari awal, jujur. Sule juga berkata bahwa dia kapok diboongin anak kecil sambil tertawa dengan nada mengejek. 

    Perang iklan antar operator sebenarnya sudah lama terjadi. Namun pada perang iklan yang satu ini, tergolong parah. Biasanya, tidak ada bintang iklan yang pindah ke produk kompetitor selama jangka waktu kurang dari 6 bulan. Namun pada kasus ini, saat penayangan iklan XL masih diputar di Televisi, sudah ada iklan lain yang “menjatuhkan” iklan lain dengan menggunakan bintang iklan yang sama.

2. Latar Belakang

    Dalam kasus ini, persoalan bukan pada bintang iklan (Sule) yang menjadi pemeran utama pada iklan kartu AS dan kartu XL yang saling menyindir satu sama lain, karena hak seseorang untuk melakukan kewajibannya dan manusia tidak boleh dikorbankan demi tujuan lain selain hak asasinya. Dimana yang dimaksud adalah Sule yang mempunyai haknya sebagai manusia. Sejauh yang diketahui Sule tidak melakukan pelanggaran kode etika pariwara Indonesia (EPI) tetapi pada materi iklan yang saling menyindir dan menjelekkan.  Dalam salah satu prinsip etika yang diatur di dalam EPI, terdapat sebuah prinsip bahwa “Iklan tidak boleh merendahkan produk pesaing secara langsung maupun tidak langsung”.
    Dalam etika pariwara Indonesia juga diberikan tentang keterlibatan anak-anak dibawah umur, tetapi kedua provider ini tetap menggunakan anak-anak sebagai bintang iklan, bukan hanya itu tetapi iklan yang ditampilkan juga tidak boleh mengajarkan anak-anak tentang hal-hal yang menyesatkan dan tidak pantas dilakukan anak-anak, seperti yang dilakukan provider XL dan AS yang mengajarkan bintang iklannya untuk merendahkan pesaing dalam bisnisnya. 
    Hal yang dilakukan kedua kompetitor ini tentu telah melanggar prinsip-prinsip EPI dan harusnya telah disadari oleh kedua kompetitor ini, dan harus segera menghentikan persaingan tidak sehat ini. Kedua kompetitor provider ini melanggar prinsip-prinsip dan aturan-aturan kode etik dan moral untuk mencapai tujuannya untuk mendapatkan keuntungan lebih dan menguasai pasaran dimasyarakat yang diberi kebebasan luas untuk melakukan kegiatan dan mengembangkan diri dalam pembangunan ekonomi serta telah diberi kesempatan pada usaha-usaha tertentu untuk melakukan penguasaan pangsa  pasar secara tidak wajar. Keadaan tersebut didukung oleh orientasi bisnis yang tidak hanya pada produk,  promosi dan kosumen tetapi lebih menekankan pada persaingan sehingga etika bisnis tidak lagi diperhatikan dan akhirnya telah menjadi praktek monopoli.
    Padahal telah dibuat undang-undang yang mengatur tentang persaingan bisnis, yaitu UU No.5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, tetapi kedua kompetitor ini mengabaikan Undang-Undang yang telah dibuat. Perilaku tidak etis dalam kegiatan bisnis kedua kompetitor provider ini sering juga terjadi karena  peluang-peluang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang kemudian disahkan dan disalahgunakan dalam pelaksanaannya dan kemudian dipakai sebagai dasar untuk melakukan perbuatan- perbuatan yang melanggar  etika bisnis dalam menjalankan bisnisnya.

3.  Tujuan dan Manfaat Penulisan

a. Agar dapat mengetahui mana iklan yang sehat, sesuai dengan kode etik periklanan Indonesia.
b. Sebagai bahan perbandingan dari berbagai macam studi kasus pelanggaran kode etik periklanan Indonesia
c. Agar dapat mengetahui pelanggaran kode etik periklanan Indonesia ditinjau dari segi Filsafat Komunikasi dan dakwah.

4. Analisis Antologi/Realita
    Dalam kajian antologi kita harus terlebih dahulu mengetahui tentang ciri-ciri esensial dari yang ada dalam dirinya sendiri, menurut bentuknya yang paling abstrak.

    Periklanan atau pariwara sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah  iklan yang berupa berita (bukan gambar atau poster); reklame atau pemberitahuan, misalnya dalam koran; pengumuman. Iklan dapat juga diartikan sebagai bentuk pesan tentang suatu produk yang disampaikan lewat media dan dibiayai oleh pemrakarsa yang dikenal serta ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat.
    Kode Etik Periklanan di atur dalam Etika Pariwara Indonesia (EPI) yang merupakan tata krama periklanan Indonesia, yang kemudian disusun melalui dua tatanan pokok yakni Tata Krama (Code of Conducts) dan Tata Cara (Code of Practices). Tata Krama (Code of Conducts) meliputi Tata krama isi iklan, tata krama raga iklan, tata krama pemeran iklan dan tata krama wahana iklan. Sedangkan Tata Cara (Code of Practices) memiliki tiga asas yakni; Jujur, benar, dan bertanggung jawab, bersaing secara sehat, dan melindungi dan menghargai khalayak, tidak merendahkan agama, budaya, negara, dan golongan, serta tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.
    Dalam kasus di atas dapat kita simpulkan bahwa di dalamnya terdapat beberapa kata yang digunakan mengandung unsur-unsur yang dapat kita kategorikan sebagai persaingan tidak sehat dan seolah-olah ingin memonopoli bisnis provider seluler Indonesia.

5. Analisis Epistimologi/Sumber Pengetahuan
    Kode etik pariwara Indonesia (EPI) merupakan dasar atau acuan utama dari setiap pembuatan iklan/pariwara di Indonesia yang mengharuskan setiap pengiklan mematuhi setiap poin dalam kode etik tersebut agar tidak terjadi hal yang dapat mengganggu stabilitas periklanan seluruh Indonesia.
    Dalam kasus di atas dapat kita pahami bahwa salah satu prinsip etika yang diatur di dalam EPI, terdapat sebuah prinsip bahwa “Iklan tidak boleh merendahkan produk pesaing secara langsung maupun tidak langsung”, hal inilah kemudian yang menjadi tolak ukur bahwa apa yang dilakukan kedua provider tersebut telah melanggar kode etik periklanan Indonesia, meskipun iklan tersebut secara tidak langsung merendahkan dan menjatuhkan satu sama lain karena dilakukan dengan sangat halus. Namun bukan berarti keduanya tidak melanggar kode etik periklana itu sendiri.

6. Analisis Aksiologi/Nilai
    Aksiologi dalam hal ini mempertanyakan nilai: bagaimana dan untuk tujuan apa hal itu digunakan. Kode etik periklanan sendiri merupakan garis haluan terciptanya iklan yang berkualitas dan sesuai dengan UU yang berlaku di Indonesia. Sementara tujuan pokok dari kode etik periklanan adalah sebagai berikut :
a. Menciptakan pengenalan merek / produk / perusahaan
b. Melalui periklanan khalayak akan mengetahui keberadaan merk, produk maupun perusahaan pasar.
c. Memposisikan. Melalui periklanan perusahaan pasar dapat memposisikan produknya dengan membedakan diri dengan produk pesaing.
d. Mendorong prospek untuk mencoba. Dengan menyampaikan pesan-pesan yang persuasive, khalayak didorong untuk mencoba menggunakan produk atau merk yang ditawarkan.
e. Mendukung terjadinya penjualan. Dengan beriklan diharapkan konsumen bertindak untuk membeli produk
f. Membina loyalitas. Dengan beriklan akan semakin memantapkan keberadaan pelanggan yang loyal. Artinya perusahaan ingin menyampaikan bahwa merk dan produk yang pernah digunakan konsumen masih tetap ada dipasar.
g. Mengumumkan cara baru pemanfaatan. Inovasi atau cara baru pemanfaatan dapat membedakan produk-produk sah dengan tiruan.

    Ditinjau dari tujuan adanya kode etik periklanan dapat kita ketahui bahwa kasus yang penulis angkat dalam pembahasan secara langsung tidak saling bertentangan, namun jika kita telisik lebih jauh, maka kasus di atas sangat tidak sesuai dengan tujuan kode etik periklanan itu sendiri. 
    Dari kasus iklan di atas dapat kita lihat bahwa keduanya (AS & XL) berharap dengan dibuatnya iklan tersebut dapat meningkatkan pembelian produknya oleh konsumen, sesuai dengan poin ke 4 dari tujuan utama kode etik periklanan, namun  secara tidak langsung melanggar kode etik periklanan itu sendiri.
    Berdasarkan buku Communication Quotient (Ellys Lestari Pambayun : 2012) dalam contoh kasus di atas dapat kita ketahui bahwa konten dari iklan di atas tidak sesuai dengan prinsip komunikasi, "Qawlan Maysuran" (kata-kata yang pantas) dalam artian melakukan ucapan yang Pantas atau sopan yang kemudian ditegaskan dalam al-Quran Surah al-Isra ayat 28 yang artinya "dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas".

Bersambung


FILSAFAT KOMUNIKASI
Studi Kasus Kode Etik Periklanan Indonesia (EPI) 
Antologi, Epistimologi & Aksiologi

DOSEN PEMBIMBING :
Ellys Lestari Pambayun, M.Si

DISUSUN OLEH :
Muh. Yahya Saraka
Nim : 151211105

INSTITUT PTIQ JAKARTA
FAKULTAS DAKWAH
KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
2017/2018

TEORI KONSTRUKTIVISME Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai bentuk komunikasi yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuat...

TEORI KONSTRUKTIVISME



Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai bentuk komunikasi yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.

Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti:

1.    Faktor komunikasi yang pro aktif  berasaskan pengalaman yang sudah ada.

2.    Menjadikan komunikasi secara aktif oleh komunikan melalui proses saling memengaruhi antara bentuk komunikasi terdahulu dengan bentuk komunikasi terbaru.

3.    Menyampaikan pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.

4.    Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi komunikasi yang utama. Faktor ini berlaku apabila seorang komunikan menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.

5.    Bahan yang disediakan perlu mempunyai kaitan dengan pengalaman komunikan untuk menarik minat komunikan.

 Dari uraian tersebut dapat dikatakan, bahwa makna komunikasi menurut konstruktivisme adalah aktivitas yang aktif, di mana komunikan membina sendiri pengetahuannya, mencari arti dari apa yang mereka pelajari dan merupakan proses menyelesaikan konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berpikir yang telah ada dan dimilikinya (Shymansky,1992).

Dari beberapa analisis di atas sebenarnya dapat disimpulkan bahwa teori konstruktivisme mampu mendorong kemampuan komunikan untuk berpikir kritis serta terlibat secara aktif dalam dialog atau diskusi bersama komunikator dan komunikan lainnya. Selain itu komunikan mampu terlibat dalam pengalaman yang menantang dan mendorong terjadinya diskusi.

Contohnya, ketika seorang guru/dosen memberikan suatu konsep atau teori komunikasi yang kemudian dibenturkan dengan kejadian nyata dalam kehidupan sehari-hari. Dari hal tersebut seorang siswa atau mahasiswa dapat belajar dengan mandiri untuk menentukan nilai-nilai dari suatu konsep atau teori yang telah dikemukakan oleh guru/dosen melalui penelitian yang dilakukan.

 

FILSAFAT KOMUNIKASI DAN DAKWAH Analisa Komunikator (Dr. Zakir Naik) A.     Biografi Komunikator Zakir Abdul Karim Naik adalah seorang Da...

FILSAFAT KOMUNIKASI DAN DAKWAH

Analisa Komunikator (Dr. Zakir Naik)

A.    Biografi Komunikator

Zakir Abdul Karim Naik adalah seorang Da'i, pembicara umum, dan penceramah internasional Muslim dari India. Secara profesi, ia adalah seorang dokter medis, memperoleh gelar "Sarjana Kedokteran dan Bedah" (Bachelor of Medicine and Surgery, MBBS) dari Maharashtra, tetapi sejak 1991 ia telah menjadi seorang pembicara Islam dan ulama yang terlibat dalam dakwah Islam dan perbandingan agama.

Ia menyatakan bahwa tujuannya ialah antara lain untuk berbicara mengenai Islam kepada non-muslim dan mengklarifikasikan segala macam kesalahpahaman tentang agama Islam itu sendiri, terutama labeling "terroris" dan "radikalisme". Ia juga sering berbicara mengenai agama Islam sebagai agama yang sesuai dengan fakta, agama yang masuk akal dan cocok dengan ilmu Sains modern untuk bisa meyakinkan non muslim tentang kebenaran agama tersebut.

Zakir Naik adalah pendiri dan presiden Islamic Research Foundation (IRF), sebuah organisasi nirlaba Islam yang khusus dalam penelitian Islam dan Perbandingan agama yang juga memiliki dan menyiarkan jaringan saluran TV gratis yakni Peace TV dari Mumbai,India.

Zakir Naik lahir pada tanggal 18 Oktober 1965 di Mumbai (Bombay pada waktu itu), India dan merupakan keturunan Konkani. Ia bersekolah di St. Peter's High School (ICSE) di kota Mumbai. Kemudian bergabung dengan Kishinchand Chellaram College dan mempelajari kesehatan di Topiwala National Medical College and Nair Hospital di Mumbai. Ia kemudian menerima gelar MBBS-nya di University of Mumbai. Tahun 1991 ia berhenti bekerja sebagai dokter medis dan beralih di bidang dakwah atau proselitisme Islam. Dr. Zakir Naik mengatakan ia terinspirasi oleh Ahmed Deedat yang telah aktif di bidang dakwah selama lebih dari 40 tahun. Menurut Dr. Zakir Naik, tujuannya adalah "berkonsentrasi pada remaja Muslim berpendidikan yang mulai meragukan agamanya sendiri dan merasa agamanya telah kuno" dan adalah tugas setiap Muslim untuk menghilangkan kesalahpahaman tentang Islam untuk melawan apa yang ia anggap sebagai bias anti-Islam oleh media Barat setelah serangan 11 September 2001 terhadap Amerika Serikat. 

Ia telah berceramah dan menulis sejumlah buku tentang Islam dan perbandingan agama juga hal-hal yang ditujukan untuk menghapus keraguan tentang Islam. Sejumlah artikelnya juga sering diterbitkan di majalah India seperti Islamic Voice. Thomas Blom Hansen, seorang sosiolog yang memegang posisi akademik di berbagai universitas, telah menulis bahwa gaya Dr. Zakir Naik dalam menjelaskan kandungan Qur'an dan hadits dalam berbagai bahasa, dan bepergian ke berbagai negara untuk membicarakan Islam bersama para teolog, telah menjadikannya sangat terkenal di lingkungan Muslim dan non-Muslim. Meskipun ia biasa berbicara kepada ratusan hadirin, dan kadang ribuan hadirin, justru rekaman video dan DVD ceramahnya yang banyak didistribusikan. Perkataannya biasa direkam dalam bahasa Inggris, untuk disiarkan pada akhir pekan di sejumlah jaringan TV kabel di lingkungan Muslim Mumbai, dan di saluran Peace TV. Topik yang ia bicarakan mencakup: "Islam dan Ilmu Pengetahuan Modern", "Islam dan Kristen", dan "Islam dan Sekularisme", di antara yang lain. 

B.     Analisis Komunikator

Untuk mengukur tingkat kredibilitas seorang komunikator, Aristoteles memberikan 3 (tiga) kriteria khusus yakni; Ethos, Logos dan Phatos.

Dalam hal ini, Dr. Zakir Naik, akan kita teliti tingkat kredibilitasnya sebagai seorang pendakwah atau komunikator menggunakan tiga (3) kriteria yang dijabarkan Aristoteles, sebagai berikut:

1.      Ethos (kredibilitas) Dr. Zakir Naik sendiri dapat kita jabarkan sebagai berikut:

a.       Kecerdasan
      Kecerdasan Dr. Zakir Naik tentu dapat kita lihat dari ceramah-ceramah beliau yang mampu dengan bijak berbicara dengan orang banyak yang berbeda kultur maupun agama. Sekalipun ada diantara para pendengar yang kadang tidak memiliki persepsi yang sama dengan Dr. Zakir Naik, namun kecerdasan seorang komunikator tidak dilihat dari keahliannya untuk mengarahkan pendengar agar mempunyai persepsi dan pandangan yang sama. Karena kecerdasan tidaklah sama dengan kepercayaan akan ide-ide yang dimiliki pembicara, karena ide lebih mengarah pada persamaan persepsi dan pandangan antara pembicara dan pendengarnya.

 

b.      Karakter
      Karakter seorang komunikator dapat dilihat dari sikap jujur dan dapat dipercaya. Dr. Zakir Naik sendiri meerupakan sosok yang banyak dipercaya orang-orang, hal ini terbukti dengan banyaknya orang yang memeluk agama islam setelah mendengarkan ceramah beliau. Disamping itu, setiap kali berargumen, Dr. Zakir Naik selalu memberikan dalil-dalil yang kuat disertai pendekatan rasionalis, yang mana dalil-dali tersebut bukan hanya dari kitab Suci Al-Qur’an yang merupakan kita yang Dr. Zakir Naik yakini, namun dari berbagai kitab suci lainnya, seperti Injil Perjanjian Baru/ dan Perjanjian Lama (kristen), Kitab Weda (Hindu) & Kitab Tripitaka, Bhagavad Gita (Budha). Sehingga Dr. Zakir Naik dengan mudah dipercaya oleh para pendengarnya.

 

c.       Niat Baik

      Niat baik dari seorang komunikator dapat dilihat dengan jelas ketika apa yang diutarakannya juga terimplementasi dalam kehidupan sehari-harinya.
Dalam hal ini, kami tidak mendapatkan informasi secara lengkap mengenai keseharian Dr. Zakir Naik, namum kebanyakan informasi yang kami dapatkan berdasarkan pada ulasan-ulasan dari berbagai website, menyatakan bahwa, Dr. Zakir Naik merupakan seorang yang taat terhadap perintah Allah dan Rasulullah yang kemudian tercermin dari cara berpakaian beliau yang selalu mengikuti sunah Rasulullah dengan celana di atas mata kaki.

2.      Logos (Pendekatan Rasional)

      Kriteria penting yang harus dimiliki seorang komunikator ialah harus memiliki akal yang sehat. Dalam hal ini tak dapat kita pungkiri bahwa di setiap ceramahnya, Dr. Zakir Naik selalu melakukan pendekatan logika baik ketika menyampaikan isi ceramahnya maupun saat menjawab pertanyaan pendengar. Hal ini dapat kita lihat pada salah satu ceramah beliau, ketika seoarang pendengar bertanya “mengapa Tuhan tidak bisa menjadi manusia?”, Dr. Zakir Naik lantas menjawab, Tuhan bisa menjadi manusia, tetapi ketika Tuhan menjadi manusia, maka bisa saja esok hari banyak manusia yang menjadi Tuhan, karena tidak ada pembeda antara manusia dan Tuhan atau sebaliknya.

 

3.      Phatos (Pendekatan Emosional)

      Seorang komunikator baiknya menggunakan perasaan dalam menghadapi pendengarnya, agar apa yang disampaikan komunikator tersebut dapat dengan mudah diterima oleh pendengarnya. Ditinjau dari segi Phatos (pendekatan emosional) Dr. Zakir Naik dinilai kurang menggunakan pendekatan ini, dapat terlihat di berbagai ceramahnya, Dr. Zakir Naik lebih memilih untuk langsung menyudutkan setiap orang yang mempertanyakan kebenaran dalam islam dari pada melakukan pendekatan emosional terlebih dahulu. Disamping itu, Dr. Zakir Naik memang mempunyai dasar-dasar yang kuat untuk menyudutkan dan menyerang setiap orang yang mempertanyakan kebenaran islam, sehingga menjadi sesuatu yang wajar ketika Dr. Zakir Naik melakukannya.

C.    Kesimpulan

Secara keseluruhan, Dr. Zakir Naik merupakan komunikator/Da’i yang benar-benar berkompeten dalam bidangnya. Dari beberapa video yang kami teliti, Dr. Zakir Naik mampu meyakinkan pendengarnya dengan penjelasan-penjelasan logis dan masuk akal, di mana Dr. Zakir Naik sering mengutarakan ayat-ayat al-Qur’an yang kemudian disingkronisasi dengan perkembangan manusia saat ini, baik dalam bidang kedokteran maupun teknologi. Beliau dengan lugas menjelaskan betapa hebatnya al-Qur’an yang turun 1400 tahun yang lalu dan mampu mengungkapkan dengan gamblang sesuatu yang baru dapat dibuktikan kebenarannya hari ini.

Namun dari sisi pendekatan emosional, Dr. Zakir Naik cenderung frontal terhadap pendengarnya, sehingga beberapa orang berpendapat bahwa beliau tidak menggunakan pendekatan ini dalam menyampaikan informasi atau berdakwah.

 

Nama : Muh. Yahya Saraka

Semester: V (lima)

Fakultas/Prodi: Dakwah/Komunikasi Penyiaran Islam

 

DAFTAR PUSTKA

Pambayun, Ellys Lestari (2012) Communication Quotient. Bandung. PT Remaja Rosdakarya
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Zakir_Naik