FILSAFAT KOMUNIKASI
A. KODE ETIK PERIKLANAN INDONESIA (EPI) 1. Contoh Kasus Persaingan Iklan Kartu XL dan Kartu As Perang layanan seluler paling s...
Analisis Kasus Pelanggaran Etika Periklanan Indonesia Perpektif Filsafat Komunikasi & Dakwah Part I
FILSAFAT KOMUNIKASI
TEORI KONSTRUKTIVISME Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai bentuk komunikasi yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuat...
Filsafat Komunikasi & Dakwah (Garis Besar Teori Konstruktivisme Perspektif Komunikasi)
TEORI KONSTRUKTIVISME
Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep
umum seperti:
1. Faktor komunikasi yang pro aktif berasaskan
pengalaman yang sudah ada.
2. Menjadikan komunikasi secara aktif oleh komunikan
melalui proses saling memengaruhi antara bentuk komunikasi terdahulu dengan
bentuk komunikasi terbaru.
3. Menyampaikan pengetahuan
dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan
pemahamannya yang sudah ada.
4. Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi komunikasi
yang utama. Faktor ini berlaku apabila seorang komunikan menyadari
gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.
5. Bahan yang disediakan perlu mempunyai kaitan dengan
pengalaman komunikan untuk menarik minat komunikan.
Dari uraian tersebut dapat dikatakan, bahwa makna komunikasi menurut konstruktivisme adalah aktivitas yang aktif, di mana komunikan membina sendiri pengetahuannya, mencari arti dari apa yang mereka pelajari dan merupakan proses menyelesaikan konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berpikir yang telah ada dan dimilikinya (Shymansky,1992).
Dari beberapa analisis di atas sebenarnya dapat
disimpulkan bahwa teori konstruktivisme mampu mendorong kemampuan komunikan
untuk berpikir kritis serta terlibat secara aktif dalam dialog atau diskusi
bersama komunikator dan komunikan lainnya. Selain itu komunikan mampu terlibat dalam
pengalaman yang menantang dan mendorong terjadinya diskusi.
Contohnya, ketika seorang guru/dosen memberikan suatu
konsep atau teori komunikasi yang kemudian dibenturkan dengan kejadian nyata
dalam kehidupan sehari-hari. Dari hal tersebut seorang siswa atau mahasiswa
dapat belajar dengan mandiri untuk menentukan nilai-nilai dari suatu konsep
atau teori yang telah dikemukakan oleh guru/dosen melalui penelitian yang
dilakukan.
FILSAFAT KOMUNIKASI DAN DAKWAH Analisa Komunikator (Dr. Zakir Naik) A. Biografi Komunikator Zakir Abdul Karim Naik adalah seorang Da...
Filsafat Komunikasi & Dakwah - Analisa Komunikator (Dr. Zakir Naik)
FILSAFAT KOMUNIKASI DAN DAKWAH
Analisa
Komunikator
(Dr. Zakir Naik)
A. Biografi Komunikator
Ia menyatakan bahwa tujuannya ialah antara lain untuk
berbicara mengenai Islam kepada non-muslim dan mengklarifikasikan segala macam
kesalahpahaman tentang agama Islam itu sendiri, terutama labeling
"terroris" dan "radikalisme". Ia juga sering berbicara
mengenai agama Islam sebagai agama yang sesuai dengan fakta, agama yang masuk
akal dan cocok dengan ilmu Sains modern untuk bisa meyakinkan non muslim
tentang kebenaran agama tersebut.
Zakir Naik
adalah pendiri dan presiden Islamic Research
Foundation (IRF), sebuah organisasi nirlaba Islam yang khusus dalam
penelitian Islam dan Perbandingan agama yang juga memiliki dan menyiarkan
jaringan saluran TV gratis yakni Peace
TV dari Mumbai,India.
Zakir Naik lahir pada tanggal 18 Oktober 1965
di Mumbai (Bombay pada waktu itu), India dan merupakan
keturunan Konkani. Ia bersekolah di St. Peter's High
School (ICSE) di kota Mumbai. Kemudian bergabung dengan Kishinchand
Chellaram College dan mempelajari kesehatan di Topiwala National
Medical College and Nair Hospital di Mumbai. Ia kemudian menerima
gelar MBBS-nya di University of Mumbai. Tahun 1991 ia berhenti bekerja
sebagai dokter medis dan beralih di
bidang dakwah atau proselitisme Islam. Dr.
Zakir Naik mengatakan ia terinspirasi oleh Ahmed Deedat yang telah
aktif di bidang dakwah selama lebih dari 40 tahun. Menurut Dr. Zakir Naik,
tujuannya adalah "berkonsentrasi pada remaja Muslim berpendidikan yang
mulai meragukan agamanya sendiri dan merasa agamanya telah kuno" dan
adalah tugas setiap Muslim untuk menghilangkan kesalahpahaman tentang Islam
untuk melawan apa yang ia anggap sebagai bias anti-Islam oleh media
Barat setelah serangan 11 September 2001 terhadap Amerika
Serikat.
Ia telah berceramah dan menulis sejumlah buku tentang Islam
dan perbandingan agama juga hal-hal yang ditujukan untuk menghapus
keraguan tentang Islam. Sejumlah artikelnya juga sering diterbitkan di
majalah India seperti Islamic Voice. Thomas Blom Hansen,
seorang sosiolog yang memegang posisi akademik di berbagai
universitas, telah menulis bahwa gaya Dr. Zakir Naik dalam menjelaskan
kandungan Qur'an dan hadits dalam berbagai bahasa, dan
bepergian ke berbagai negara untuk membicarakan Islam bersama para teolog,
telah menjadikannya sangat terkenal di lingkungan Muslim dan non-Muslim.
Meskipun ia biasa berbicara kepada ratusan hadirin, dan kadang ribuan hadirin,
justru rekaman video dan DVD ceramahnya yang banyak didistribusikan.
Perkataannya biasa direkam dalam bahasa Inggris, untuk disiarkan pada akhir
pekan di sejumlah jaringan TV kabel di
lingkungan Muslim Mumbai, dan di saluran Peace TV. Topik
yang ia bicarakan mencakup: "Islam dan Ilmu Pengetahuan Modern",
"Islam dan Kristen", dan "Islam dan Sekularisme", di antara
yang lain.
B. Analisis
Komunikator
Untuk mengukur tingkat
kredibilitas seorang komunikator, Aristoteles memberikan 3 (tiga) kriteria khusus yakni; Ethos, Logos dan Phatos.
Dalam hal ini, Dr. Zakir
Naik, akan kita teliti tingkat kredibilitasnya sebagai seorang pendakwah atau
komunikator menggunakan tiga (3) kriteria yang dijabarkan Aristoteles, sebagai
berikut:
1.
Ethos (kredibilitas) Dr. Zakir Naik sendiri dapat kita jabarkan
sebagai berikut:
a.
Kecerdasan
Kecerdasan Dr. Zakir Naik tentu dapat kita lihat dari
ceramah-ceramah beliau yang mampu dengan bijak berbicara dengan orang banyak
yang berbeda kultur maupun agama. Sekalipun ada diantara para pendengar
yang kadang tidak memiliki persepsi yang sama dengan Dr. Zakir Naik, namun
kecerdasan seorang komunikator tidak dilihat dari keahliannya untuk mengarahkan
pendengar agar mempunyai persepsi dan pandangan yang sama. Karena kecerdasan
tidaklah sama dengan kepercayaan akan ide-ide yang dimiliki pembicara, karena
ide lebih mengarah pada persamaan persepsi dan pandangan antara pembicara dan
pendengarnya.
b.
Karakter
Karakter seorang komunikator dapat dilihat dari sikap jujur
dan dapat dipercaya. Dr. Zakir Naik sendiri meerupakan sosok yang banyak
dipercaya orang-orang, hal ini terbukti dengan banyaknya orang yang memeluk
agama islam setelah mendengarkan ceramah beliau. Disamping itu, setiap kali
berargumen, Dr. Zakir Naik selalu memberikan dalil-dalil yang kuat disertai
pendekatan rasionalis, yang mana dalil-dali tersebut bukan hanya dari kitab
Suci Al-Qur’an yang merupakan kita yang Dr. Zakir Naik yakini, namun dari
berbagai kitab suci lainnya, seperti Injil Perjanjian Baru/ dan Perjanjian Lama
(kristen), Kitab Weda (Hindu) & Kitab Tripitaka, Bhagavad Gita (Budha).
Sehingga Dr. Zakir Naik dengan mudah dipercaya oleh para pendengarnya.
c.
Niat
Baik
Niat baik
dari seorang komunikator dapat dilihat dengan jelas ketika apa yang
diutarakannya juga terimplementasi dalam kehidupan sehari-harinya.
Dalam hal ini, kami tidak mendapatkan informasi secara lengkap mengenai
keseharian Dr. Zakir Naik, namum kebanyakan informasi yang kami dapatkan
berdasarkan pada ulasan-ulasan dari berbagai website, menyatakan bahwa, Dr.
Zakir Naik merupakan seorang yang taat terhadap perintah Allah dan Rasulullah
yang kemudian tercermin dari cara berpakaian beliau yang selalu mengikuti sunah
Rasulullah dengan celana di atas mata kaki.
2.
Logos
(Pendekatan Rasional)
Kriteria
penting yang harus dimiliki seorang komunikator ialah harus memiliki akal yang
sehat. Dalam hal ini tak dapat kita pungkiri bahwa di setiap ceramahnya,
Dr. Zakir Naik selalu melakukan pendekatan logika baik ketika menyampaikan isi
ceramahnya maupun saat menjawab pertanyaan pendengar. Hal ini dapat kita lihat
pada salah satu ceramah beliau, ketika seoarang pendengar bertanya “mengapa
Tuhan tidak bisa menjadi manusia?”, Dr. Zakir Naik lantas menjawab, Tuhan bisa
menjadi manusia, tetapi ketika Tuhan menjadi manusia, maka bisa saja esok hari
banyak manusia yang menjadi Tuhan, karena tidak ada pembeda antara manusia dan
Tuhan atau sebaliknya.
3.
Phatos
(Pendekatan Emosional)
Seorang
komunikator baiknya menggunakan perasaan dalam menghadapi pendengarnya, agar
apa yang disampaikan komunikator tersebut dapat dengan mudah diterima oleh
pendengarnya. Ditinjau dari segi Phatos
(pendekatan emosional) Dr. Zakir Naik dinilai kurang menggunakan pendekatan
ini, dapat terlihat di berbagai ceramahnya, Dr. Zakir Naik lebih memilih untuk
langsung menyudutkan setiap orang yang mempertanyakan kebenaran dalam islam
dari pada melakukan pendekatan emosional terlebih dahulu. Disamping itu, Dr.
Zakir Naik memang mempunyai dasar-dasar yang kuat untuk menyudutkan dan
menyerang setiap orang yang mempertanyakan kebenaran islam, sehingga menjadi
sesuatu yang wajar ketika Dr. Zakir Naik melakukannya.
C.
Kesimpulan
Secara
keseluruhan, Dr. Zakir Naik merupakan komunikator/Da’i yang benar-benar
berkompeten dalam bidangnya. Dari beberapa video yang kami teliti, Dr. Zakir
Naik mampu meyakinkan pendengarnya dengan penjelasan-penjelasan logis dan masuk
akal, di mana Dr. Zakir Naik sering mengutarakan ayat-ayat al-Qur’an yang
kemudian disingkronisasi dengan perkembangan manusia saat ini, baik dalam
bidang kedokteran maupun teknologi. Beliau dengan lugas menjelaskan betapa
hebatnya al-Qur’an yang turun 1400 tahun yang lalu dan mampu mengungkapkan
dengan gamblang sesuatu yang baru dapat dibuktikan kebenarannya hari ini.
Namun
dari sisi pendekatan emosional, Dr. Zakir Naik cenderung frontal terhadap
pendengarnya, sehingga beberapa orang berpendapat bahwa beliau tidak
menggunakan pendekatan ini dalam menyampaikan informasi atau berdakwah.
Nama : Muh. Yahya Saraka
Semester: V (lima)
Fakultas/Prodi: Dakwah/Komunikasi Penyiaran Islam
DAFTAR PUSTKA
Pambayun, Ellys Lestari (2012) Communication
Quotient. Bandung. PT Remaja Rosdakarya
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Zakir_Naik
Follow Us
Were this world an endless plain, and by sailing eastward we could for ever reach new distances