Tampilkan postingan dengan label Sosiologi. Tampilkan semua postingan

ANALISIS PERMASALAHAN SOSIAL Dampak Fanatisme Agama Terhadap Persatuan  Kesatuan Bangsa Indonesia A.      Latar Belakang          Da...

ANALISIS PERMASALAHAN SOSIAL
Dampak Fanatisme Agama Terhadap Persatuan Kesatuan Bangsa Indonesia

A.     Latar Belakang         
Dalam hal berbangsa dan bernegara, persatuan dan kesatuan adalah hal yang mutlak ada, dikarenakan tanpa adanya persatuan dan kesatuan, bangsa tersebut akan hancur. Di Indonesia sendiri, persatuan dan kesatuan merupakan sila ketiga dari lima dasar negara, yang mengindikasikan bahwa bangsa Indonesia lahir dan besar dengan adanya persatuan dan kesatuan di dalamnya. Persatuan dan kesatuan ini pula terkandung dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang artinya berbeda-beda tapi tetap satu. Maksudnya ialah, bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk, yang dihuni oleh berbagai macam suku, adat, budaya dan agama, tetapi tetap satu tumpah darah dan satu tanah air, Indonesia.
Permasalahan persatuan dan kesatuan kita sebagai bangsa Indonesia akhir-akhir ini mulai terganggu dengan begitu banyaknya permasalahan sosial yang muncul. Salah satunya fanatisme agama yang secara tidak langsung memberikan efek negatif terhadap persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. 
Berangkat dari penjelasan di atas, kami akan mencoba untuk menganalisa dan menemukan solusi dari permasalahan yang timbul akibat Fanatisme agama terhadap persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

B.     Analisa Permasalahan
Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi demokrasi, hal ini terlihat dari pemilihan pemimpin negara yang dipilih langsung oleh rakyat. Asas demokrasi adalah kebebasan yang bertanggung jawab. Maksudnya ialah, setiap orang bebas untuk berbicara, bebas untuk memilih dan bebas untuk beragama apapun, namun harus bertanggung jawab terhadapa apa yang  dilakukan.
Di Indonesia sendiri, kebebasan beragama adalah hal yang diakui, jadi setiap warga negara Indonesia berhak untuk menganut agama apapun sesuai peraturan undang-undang.
Fanatisme beragama sendiri tidak muncul begitu saja, namun hal tersebut dilatar belakangi kurangnya pengetahuan dan pemahaman tentang betapa pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, kemudian pengetahuan tentang sejarah besar bangsa Indonesia yang kurang. Di samping itu mereka yang begitu fanatik terhadap agama yang kemudian mengesampingkan persatuan dan kesatuan bangsa dapat dikatakan sebagai orang-orang yang kurang memahami isi ajaran agama mereka sendiri.
Dari penjelasan di atas, dapat kita tarik benang merahnya, bahwa dalam analisa kami, terdapat tiga hal pokok yang menyebabkan fanatisme agama, yakni:
·    Kurangnya pengetahuan dan pemahaman tentang pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
·        Kurangnya pengetahuan terhadap sejarah bangsa Indonesia
·        Kurangnya pemahaman dan pengetahuan tentang isi ajaran agama.
Setalah melakukan analisa dan pemetaan terhadap masalah di atas, maka dapat kita lanjutkan pada tahap selanjutnya yakni menemukan solusi dari permasalahan tersebut.

C.     Solusi/Pemecahan Masalah
Dari analisa dan pemetaan di atas kita dapat mengetahui solusi atau pemecahan masalah fanatisme agama yang berdampak negatif pada persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia sebagai berikut:
·        Memberikan pemahaman tentang pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Dengan memberikan contoh bangsa-bangsa yang dulunya makmur kemudian menjadi hancur akibat tidak dapat menjaga persatuan dan kesatuan.
·        Memberikan pengetahuan dan pemahaman yang mendalam tentang sejarah bangsa Indonesia. dengan pendekatan, bahwa bangsa Indonesia dapat merebut kemerdekaan dari penjajah dengan adanya persatuan dan kesatuan seluruh rakyat Indonesia tanpa melihat perbedaan di antara mereka, baik suku terlebih agamanya.
·        Memberikan pemahaman yang baik, bahwa setiap agama yang ada di dunia ini mencintai persatuan dan kesatuan.
·        Menumbuhkan semangat ke Bhinnekaan, dengan memberikan pemahaman yang baik dan benar tentang arti sesungguhnya semboyan negara kita “Bhinneka Tunggal Ika.” Akhirnya dengan memberikan pemahaman dan pengetahuan yang baik tentang arti Bhinneka Tunggal Ika, dapat memperkuat dan memperkokoh persatuan dan kesatuan kita sebagai bangsa Indonesia.



Nama                  : Muh. Yahya Saraka
Fakultas/Prodi    : Dakwah/KPI

MAKALAH SOSIOLOGI Kekuasaan, Wewenang dan Kepemimpinan DOSEN PEMBIMBING  Syahrul Amin Nasution, S.Ag, MM KELOMPO...

MAKALAH SOSIOLOGI
Kekuasaan, Wewenang dan Kepemimpinan

DOSEN PEMBIMBING
 Syahrul Amin Nasution, S.Ag, MM







KELOMPOK VIII :
Muhammad  Iqbal
Muh. Yahya Saraka
Zakiyuddin


INSTITUT PTIQ JAKARTA
FAKULTAS DAKWAH
KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM

2016/2017

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji Syukur kehadirat Allah Swt. yang telah memberikan begitu banyak nikmat-Nya kepada kita sekalian, yang tentunya tak dapat kita hitung jumlahnya. Shalawat serta salam tak lupa kita haturkan keharibaan Baginda Nabiullah Muhammad Saw. Nabi yang telah membawa kita dari alam kegelapan ke alam yang terang benderang dengan Dinul Islam.
Makalah ini berjudul “Kekuasaan, Wewenang dan Kepemimpinan”, dalam pembahasan Ilmu Sosiologi, sebagai salah satu mata kuliah pada Prodi. Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Dakwah Institut PTIQ Jakarta. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah Sosiologi, di samping itu tak dapat kita pungkiri bahwa tujuan utama dalam penyusunannya adalah sebagai sarana dalam mempelajari dan mendalami ilmu-ilmu sosial.
Ucapan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan makalah ini hingga dapat terselesaikan tepat waktu. Khususnya kepada Dosen Pembimbing Mata Kuliah Sosiologi Bapak Syahrul Amin Nasution, S.Ag, MM, yang telah membimbing kami semua.
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat kesalah-kesalahan yang tentunya membutuhkan masukan, saran dan kritikan dari pembaca sekalian, agar dalam penyusunan/penulisan makalah kami selanjutnya dalam lebih baik lagi.

Jakarta, 05 April 2017

Penulis



DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................. i
DAFTAR ISI........................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN
            A.    Latar belakang.............................................................................................. 1
            B.     Rumusan masalah.......................................................................................... 2
BAB 11 PEMBAHASAN
A.    Kekuasaan.................................................................................................... 3
B.     Wewenang.................................................................................................... 7
C.     Kepemimpinan............................................................................................ 10
BAB 111 PENUTUP
            A.    Kesimpulan. ................................................................................................ 12

    DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 13


BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Dalam ilmu sosiologi, kepemimpinan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat, dimana pemimpin selalu ada dalam berbagai kelompok baik kelompok besar seperti pemerintahan maupun kelompok kecil seperti kelompok RT sampai kelompok ibu-ibu arisan.
Dari sekelompok individu dipilih salah satu yang mempunyai kelebihan di antara individu yang lain, dari hasil kesepakatan bersama, maka munculah seorang yang memimpin dan di sebut sebagai pemimpin. Kepemimpinan adalah perilaku seseorang individu ketika ia mengarahkan aktivitas sebuah kelompok menuju suatu tujuan bersama.
Dari kepemimpinan itu, maka munculah kekuasaan. kekuasaan adalah kemungkinan seorang pelaku mewujudkan keinginannya di dalam suatu hubungan social yang ada termasuk dengan kekuatan atau tanpa mengiraukan landasan yang menjadi pijakan kemungkinan itu.
Seorang pemimpin mempunyai kekuasaan untuk mengatur dan mengarahkan anggota-anggotanya. Selain itu, pemimpin juga mempunyai wewenanga untuk memerintah anggotanya. Wewenang merupaka hak jabatan yang sah untuk memerintahkan orang lain bertindak dan untuk memaksa pelaksanaannya. Dengan wewenang, seseorang dapat mempengaruhi aktifitas atau tingkah laku perorangan dan grup.
Maka kepemimpinan tidak akan pernah lepas dari kekuasaan dan kewenangan untuk mengatur anggota-anggotanya. Dari makalah ini, penulis ingin menjelaskan bagaimana hakikat kepemimpinan, kekeuasaan, dan kewenangan yang sebenarnya karena dilihat masih banyaknya orang yang menjadi pemimpin namun menyalah gunakan kekuasaannya dan kewenangannya.

B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas, dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Pengertian dari kepemimpinan, kekuasaan, dan kewenangan?
2.       Sumber kekuasaan, dan cara mempertahankan kekuasaan?
3.       Sumber wewenang, dan bentuk-bentuk wewenang?
4.       Sifat dan tugas-tugas seorang pemimpin?

BAB II
PEMBAHASAN
A.     Kekuasaan
1.        Pengertian Kekuasaan
Definisi kekuasaan, manurut para ahli sosiologi, yaitu :
a)      Max weber, kekuasaan adalah kemungkinan seorang pelaku mewujudkan keinginannya di dalam suatu hubungan social yang ada termasuk dengan kekuatan atau tanpa mengiraukan landasan yang menjadi pijakan kemungkinan itu.
b)       Selo soemardjan dan soelainan soemardi, menjelaskan bahwa adanya kekuasaan tergantung dari yang berkuasa dan yang dikuasai.
c)       Ralf dahrendorf, kekuasaan adalah milik kelompok, milik individu dari pada milik struktur social.
d)      Soerjono soekanto, kekuasaan diartikan sebagai suatu kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain menurut kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan tersebut.

2.        Sumber-sumber Kekuasaan
Sumber-sumber kekuasaan yang dimiliki para penguasa atau pemimpin, dalam masyarakat informal maupun formal adalah :
a)      Seseorang yang mempunyai harta benda (kekayaan) yang lebih banyak, sehingga mempunyai keleluasan untuk bergerak dan mempengaruhi pihak lain.
b)      Dengan status tertentu, seseorang dapat memberikan pengaruhnya atau memaksa pihak lain supaya melakukan sesuatu sesuai kehendaknya.
c)       Wewenang legal atas dasar peraturan-peraturan formal (hukum) yang dimiliki seseorang, dapat memberikan kekuasaan pada seseorang untuk mempengaruhi pihak lain sesuai dengan hak dan kewajibannya sesuai dengan ketetapan dalam peraturan.
d)      Kekuasaan dalam pula tumbuh dari adanya kepercayaan khalayak, seperti tradisi, kesucian, dan adat istiadat.
e)       Kekuasaan yang tumbuh dari khrisma atau wibawa seseorang.
f)        Kekuasaan yang didasarkan pada pedelegasian wewenang.
g)       Kekuasaan yang tumbuh dari pendidikan, keahlian, serta kemampuan.

3.        Unsur-unsur kekuasaan
a)    Rasa takut
Perasaan takut pada seseorang (contohnya penguasa) menimbulkan suatu kepatuhan terhadap segala kemauan dan tindakan orang yang ditakuti tadi. Rasa takut merupakan perasaan negative, karena seseorang tunduk kepada orang lain dalam keadaan terpaksa.
Rasa takut juga menyebabkan orang yang bersangkutan meniru tindakan-tindakan orang yang ditakutinya.  Gejala ini dinamakan matched dependent behavior. Rasa takut biasanya berlaku dalam masyarakat yang mempunyai pemerintahan otoriter.
b)      Rasa cinta
Rasa cinta menghasilkan perbuatan-perbuatan yang pada umumnya positif. orang-orang lain bertindak Sesuai dengan pihak yang berkuasa, untuk menyenangkan semua pihak. Rasa cinta yang efisien dimulai dari pihak penguasa sehingga sistem kekuasaan akan dapat berjalan dengan baik dan teratur.
c)      Kepercayaan
Kepercayaan dapat timbul sebagai hasil hubungan langsung antara dua orang yang lebih atau bersifat asosiatif. Dari kepercayaan yang bersifat pribadi akan berkembang dalam suatu organisasi atau masyarakat secara luas. sehingga Kepercayaan merupakan hal yang penting dalam suatu kekuasaan. Jika seorang pemimpin menaruh kepercayaan pada bawahanya, maka wajib bagi anak buahnya untuk patuh dan mempunyai sifat terpecaya.  Begitupun bagi pemimpinnya. Jika semua orang dari mulai pemimpin, bawahannya, bahkan masyarakat luas mempunyai sifat kepercayaan maka system kekuasaan bahkan pemerintahan akan berjalan dengan baik.
d)   Pemujaan
Dalam system pemujaan, seseorang atau sekelompok orang yang memegang kekuasaan mempunyai dasar pemujaan dari orang lain. Akibatnya segala tindakan penguasa dibenarkan atau setidak-tidaknya diangggap benar.
4.      Bentuk lapisan kekuasaan
Bentuk dan system kekuasaan selalu menyesuaikan diri pada masyarakat dengan adat-istiadat dan pola-pola perilakunya. Pada umumnya garis tegas antara yang berkuasa dengan yang dikuasai selalu ada sehingga menimbulkan lapisan kekuasaan atau piramida kekuasaan. Karena integrasi masyarakat dipertahankan oleh tata tertib social yang dijalankan oleh penguasa, maka masyarakat mengakui adanya lapisan kekuasaan tersebut. Adanya paktor pengikat antara warga-warga masyarakat adalah atas dasar gejala, bahwa ada yang memerintah ada yang diperintah.
Menurut maclever ada tiga pola umum system lapisan kekuasaan atau piramida kekuasaan, yaitu :
a)      Tipe kata
Tipe kata adalah system lapisan kekuasaan dengan garis pemisah yang tegas dan kaku. Tipe semacam ini biasanya dijumpai pada masyarakat berkasta. Garis pemisah antara masing-masing lapisan hampir tak mungkin ditembus.
Pada puncak piramida paling atas, duduk penguasa tertinggi (misalnya maharaja dan raja) dengan likungannya, yang didukung oleh kaum bangsawan, tentara, dan para pendeta. Lapisan kedua terdiri dari para petani dan buruh tani yang kemudian diikuti dengan lapisan terendah dalam masyarakat yang terdiri dari para budak. 

b)      Tipe oligarkis
Tipe oligarkis adalah tipe yang dasar pembedaan kelas-kelas sosial ditentukan oleh kebudayaan masyarakat, terutama pada kesempatan yang diberikan kepada para warga untuk memperoleh kekuasaan-kekuasaan tertentu. Kedudukan para warga pada tipe oligarkis masih didasarkan pada kelahiran ascribed status tetapi individu masih diberi kesempatan untuk naik lapisan.
Kaum industry, pedagangan dan keuangan memegang peran penting. Ada bermacam-macam cara di mana warga dari lapisan bawah naik tingkat lapisan dan ada juga ada kesempatan bagi warga lapisan menengah untuk menjadi penguasa.
Variasi tipe oligarkis dijumpai pada Negara-negara yang didasarkan pada aliran fasisme dan juga pada Negara-negara totaliter (misalnya soviet dan rusia). Bedanya adalah bahwa kekuasaan yang sebenarnya, berada di tangan partai politik yang mempunyai kekuasaan menentukan.
c)      Tipe demokratis
Tipe demokratis menunjukan kenyataan akan adanya garis pemisah antara lapisan yang yang sifatnya mobile. Kelahiran tidak menentukan  seseorang, yang terpenting adalah kemampuan dan kadang-kadang juga factor keberuntungan.
Gambaran pola piramida kekuasaan diatas merupakan tipe-tipe ideal atau tipe-tipe idaman. Di dalam kenyataan dan perwujudannya tidak jarang mengalami penyimpangan, disebabkan karena masyarakat yang mengalami perubahan social dan kebudayaan.
5.      Saluran kekuasaan
a)      Saluran militer
Saluran militer merupakan saluran paksaan (coercion) serta kekuatan militer (military force) yang digunakan penguasa dalam menggunakan kekuasaannya. Tujuan utamanya yaitu untuk menimbulkan rasa takut dalam diri masyarakat, sehingga mereka tunduk kepada kemauan penguasa atau sekelompok orang yang dianggap sebagai penguasa. Hal ini banyak dijumpai pada Negara-negara totaliter.
b)      Saluran ekonomi
Saluran ekonomi digunakan penguasa untuk untuk menguasai kehidupan masyarakat. Dengan menguasai ekonomi dan kehidupan rakyat, penguasa dapat melaksanakan pelaturan serta perintahnya dengan menerapakan sanksi bagi yang melanggarnya.
c)      Saluran politik
Melalui saluran politik, penguasa dan pemerintah berusaha untuk menbuat pelaturan yang harus ditaati oleh masyarakat yaitu dengan meyakinkan atau memaksa masyarakat untuk menaati peraturan yang telah dibuat oleh badan yang berwenang dan sah.
d)     Saluran tradisional
Saluran tradisional merupakan saluran yang menggunakan penyesuaian tradisi pemegang kekuasaan dengan tradisi yang terkenal di dalam suatu masyarakat yaitu dengan jalan menguji tradisi pemegang kekuasaan dengan tradisi yang sudah meresap dalam jiwa masyarakat, sehingga pelaksanaan kekuasaan dapat berjalan dengan lebih lancar. Saluran ini merupakan saluran yang paling disukai.
e)      Saluran ideology
Para penguasa dalam masyarakat, biasanya mengemukakan serangkaian ajaran atau doktrin, yang bertujuan untuk menerangkan sekaligus memberi dasar bagi pelaksanaan kekuasaannya. Setiap penguasa akan berusaha untuk dapat menerangkan ideologinya dengan sebaik-baiknya sehingga institutionalized dan bahkan internalizeddalam diri warga masyarakat.
B.     Wewenang
1.      Pengertian Wewenang
Definisi wewenang, menurut para ahli sosiologi, yaitu:
a)      George R.Terry, menjelaskan bahwa wewenang merupaka hak jabatan yang sah untuk memerintahkan orang lain bertindak dan untuk memaksa pelaksanaannya. Dengan wewenang, seseorang dapat mempengaruhi aktifitas atau tingkah laku perorangan dan grup.
b)       Mac Iver R.M, wewenang merupakan suatu hak yang didasarkan pada suatu pengaturan social, yang berfungsi untuk menetapkan kebijakan, keputusan, dan permasalahan penting dalam masyarakat.
c)       Soerjono Soekanto, bila orang-orang membicarakan tentang wewenang, maka yang dimaksud adalah hak yang dimiliki seseorang atau sekelompok orang.
d)      Max weber, wewenang adalah sebagai kekuasaan yang sah.

2.      Bentuk-bentuk wewenang
a)      Wewenang kharismatis, tradisional, dan rasional (legal)
Wewenang karismatik merupakan wewenang yang didasarkan pada kharisma, yaitu suatu kemampuan khusus (wahyu, pulung) yang ada pada diri seseorang. Dasar wewenang kharismatis bukanlah terletak pada suatu pelaturan (hukum), akan tetapi bersumber padadiri pribadi individu bersangkutan. Wewenang kharismatis tidak diatur oleh kaidah-kaidah, baik yang rasional maupun tradisional. Sifatnya cendrung irasional. Adakalanya charisma dapat hilang, karena masyarakat sendiri yang berubah dan mempunyai paham yang berbeda.
Wewenang tradisional dapat dimiliki oleh seseorang maupun sekelompok orang. Wewenang ini dimiliki oleh orang-orang yang menjadi anggota kelompok. Cirri-ciri utama wewenang tradisional yaitu :
ü  Adanya ketentuan-ketentuan tradisional yang mengikat penguasa yang mempunyai wewenang, serta orang lain yang ada dalam masyarakat.
ü  Adanya wewenang yang lebih tinggi ketimbang kedudukan seseorang yang hadir secara pribadi.
ü   Dapat bertindak secara bebas selama tidak ada pertentangan dengan ketentuan tradisional.
Wewenang rasional atau legal adalah wewenang yang disandarkan pada sistem hukum yang berlaku dalam masyarakat. sistem hukum ini dipahamkan sebagai kaidah yang telah diakui, ditaati masyarakat, dan telah diperkuat oleh Negara.
b)      Wewenang resmi dan tidak resmi
Wewenang yang berlaku dalam kelompok-kelompok kecil disebut wewenang tidak resmi karena bersifat spontan, situasional, dan factor saling kenal. Contohnya pada cirri seorang ayah dalam fungsinya sebagai kepala rumah tangga atau pada diri seorang yang sedang mengajar di kelas.
Wewenang resmi sifatnya sistematis, diperhitungkan dan rasional. Biasanya wewenang ini dapat dijumpai pada kelompok-kelompok besar yang memerlukan aturan-aturan tata tertib yang tegas dan bersifat tetap.
c)      Wewenang pribadi dan territorial
Wewenang pribadi sangat tergantung pada solidaritas antara anggota-anggota kelompok, dan unsur kebersamaannya sangat berperan penting. Para individu dianggap lebih banyak memiliki kewajiban ketimbang hak. Struktur wewenang bersifat konsentris, yaitu dari satu titik pusat lalu meluas melalui lingkaran-lingkaran wewenang.
Wewenang territorial, yang berperan penting yaitu tempat tinggal. Pada kelompok teroterial unsure kebersamaan cendrung berkurang, karena desakan factor-faktor individualisme. Wewenang pribadi dan territorial sangat berbeda namun dalam kenyataan keduanya berdampingan.  
d)     Wewenang terbatas dan menyeluruh
Wewenang terbatas merupakan wewenang yang tidak mencangkup semua sector dalam bidang kehidupan, namun terbatas pada salah satu sector bidang. Contohnya, seorang mentri dalam negri tidak mempunyai wewenang untuk mencampuri urusan yang yang menjadi urusan wewenang mentri luar negri.
Wewenang meenyeluruh berarti suatu wewenang yang tidak dibatasi oleh bidang-bidang kehidupan tertentu. Contohnya, bahwa setiap Negara mempunyai wewenang yang menyeluruh atau mutlak untuk mempertahankan kedaulatan wilayahnya.
C.    Kepemimpinan
1.      Definisi kepemimpinan, diantaranya :
a)      Kepemimpinan adalah perilaku seseorang individu ketika ia mengarahkan aktivitas sebuah kelompok menuju suatu tujuan bersama (hemphill dan Coons, 1957:7)
b)       Kepemimpinan adalah pengawalan dan pemeliharaan suatu struktur dalam harapan dan interaksi (Stogdill, 1974:411).
c)       Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi yang dilaksanakan dan diarahkan melalui proses komunikasi, ke arah pencapaian tujuan atau tujuan-tujuan tertentu (Tannenbaum, Waschler, dan Massarik, 1961:24).  

2.      Teori-Teori Kepemimpinan
Teori kepemimpinan digolongkan dalam empat kategori yaitu:
a)      Pengaruh kekuasaan
b)      Bakat
c)      Perilaku
d)     Situasi.

3.      Tugas seorang pemimpin
Secara sosiologis, tugas-tugas pokok seorang pemimpin adalah :
a)      Memberikan suatu kerangka pokok yang jelas yang dapat dijadikan pegangan bagi pengikut-pengikutnya. Dengan adanya kerangka pokok, maka dapat disusun suatu sekala prioritas mengenai keputusan yang perlu diambil untuk menangani masalah-masalah yang dihadapi.
b)       Mengawasi, mengendalikan, serta menyalurkan perilaku warga masyarakat yang dipimpinnya.
c)       Bertindak sebagai wakil kelompok kepada dunia di luar kelompok yang dipimpin.

4.      Metode kepemimpinan  
Suatu kepemimpinan (leadership) dapat dilaksanakan dengan berbagai cara (metode). Metode itu dikelompokan menjadi :
a)      Metode otoriter, yang ciri-cirinya adalah :
ü  Pemimpin menentukan segala kegiatan kelompok secara sepihak.
ü   Pengikut sama sekali tidak diajak untuk ikut serta merumuskan tujuan kelompok dan cara-cara untuk mencapai tujuan.
ü  Pemimpin terpisah dari kelompok dan seakan-akan tidak ikut dalam proses interaksi di dalam kelompok tersebut.

b)       Metode demokratis, yang cirri-cirinya adalah :
ü  Secara musyawarah dan mufakat pemimpin mengajak warga atau kelompok untuk ikut serta merumuskan tujuan-tujuan yang harus dicapai kelompok, serta cara-cara untuk mencapai tujuan.
ü   Pemimpin secara aktif memberikan saran dan petunjuk-petunjuk.
ü   Ada kritik positif, baik dari pemimpin maupun kelompok-kelompok.
ü   Pemimpin secara aktif ikut berpartisipasi dalam kegiatan kelompok.

c)       Metode bebas, yang ciri-cirinya :
ü  Pemimpin menjalankan perannya secara pasif.
ü   Penentuan tujuan yang akan dicapai kelompok sepenuhnya diserahkan kepada kelompok.
ü  Pemimpin berada di tengah-tengah kelompok, namun dia hanya berperan sebagai penonton.

BAB III
KESIMPULAN
A.    Kesimpulan
Kekuasaan, wewenang, dan kepemimpinan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dan sangat penting dalam kehidupan kelompok social di masyarakat.
Kekuasaan adalah kemungkinan seorang pelaku mewujudkan keinginannya di dalam suatu hubungan social yang ada termasuk dengan kekuatan atau tanpa mengiraukan landasan yang menjadi pijakan kemungkinan itu.
Wewenang merupaka hak jabatan yang sah untuk memerintahkan orang lain bertindak dan untuk memaksa pelaksanaannya. Dengan wewenang, seseorang dapat mempengaruhi aktifitas atau tingkah laku perorangan dan grup.
Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi yang dilaksanakan dan diarahkan melalui proses komunikasi, ke arah pencapaian tujuan atau tujuan-tujuan tertentu.
Sumber kekuasaan terdiri dari harta benda, status, wewenang legal, charisma, dan pendidikan. Selain itu unsure kekuasaan juga berpengaruh yaitu meliputi: rasa takut, rasa cinta, kepercayaan, dan pemujaan. Lapisan kekuasaan yaitu tipe kata, tipe oligarkis, dan tipe demokratis.
Bentuk wewenang terdiri dari:
1.        Wewenang karena charisma, tradisional, dan rasional.
2.        Wewenang resmi dan tidak resmi.
3.        Wewenang pribadi dan territorial.
4.         Wewenang terbatas dan menyeluruh.
Teori kepemimpinan :
1.        Teori pengaruh kekuasaan
2.        Bersumber pada kedudukan
3.        Kekuasaan politik.

DAFTAR PUSTAKA
Soekanto, 1990. Sosiologi Sebagai Pengantar. Rajawali pers : Jakarta.
Abdulsyani, 2007. SOSIOLOGISkematika, Teori dan Terapan”. Bumi aksara : Jakarta.
Wirawan. S. sarwono, 2001.Psikologi Sosial. Balai pustaka : Jakarta.