BAB I PENDAHULUAN   A.     Latar Belakang         Dalam konteks pembahasan Ushul Fiqh kita tidak bisa terlepas dari  mashadir al-s...


BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang

      Dalam konteks pembahasan Ushul Fiqh kita tidak bisa terlepas dari mashadir al-syari’ah atau ushul al-ahkam atau adillat al-ahkam atau yang sering kita sebut sumber-sumber pengambilan hukum.

Mahmud ‘Abd al-Karim Hasan mengemukankan bahwa sebagaimana ushul fiqh, mashadir al-syariah haruslah sesuatu yang jelas dan pasti. Karena mashadir al-syariahadalah bagian dari prinsip dasar (al-ushul al-kulliyat) sebagaimana aqidah, tidak dapat dijadikan pedoman hanya karena berdasarkan zhann (persangkaan)[1]

Pembagian hukum-hukum syari’at sendiri dapat kita klasifikasikan menjadi tiga yakni, sesuatu yang telah disepakati semua ulama tanpa terkecuali sebagai sumber hukum syari’at, yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah. Yang kedua yakni sumber hukum syari’at yang disepakati mayoritas ulama sebagai sumber hukum syari’at, yaitu ijma’ dan qiyas. Kemudian, sesuatu yang menjadi perdebatan para ulama, bahkan mayoritasnya, yaitu ‘urf, istishhab, istihsan, mashlahah mursalah, syar’u man qablana dan madzhab sahabat.

Namun dalam pembahasan ini kami hanya akan menyinggung hal-hal yang berkaitan dengan sumber hukum-hukum syari’at yang disepakati oleh semua ulama, yakni al-Qur’an dan as-Sunnah.

Al-Qur’an dan as-Sunnah sendiri merupakan sumber hukum yang paling tinggi derajatnya dalam islam, olehnya itu sudah menjadi keniscayaan untuk kita mengetahui pengertian, kedudukan dan fungsi dari keduanya.

B.     Rumusan Masalah

1.      Pengertian, kedudukan dan fungsi al-Qur’an

2.      Apa itu muhkam dan mutasyabih dalam al-Qur’an?

3.      Pengertian, kedudukan dan fungsi al-Hadits

4.      Apakah  hubungan antara al-Hadits dan al-Qur’an?

 

C.    Tujuan dan Manfaat

1.      Tujuan :

·         Memberi kita pengetahuan tentang pengertian, kedudukan dan fungsi al-Qur’an dan as-Sunnah dalam hukum syari’at islam.

·         Memberikan kita pengetahuan tentang muhkam dan mutasyabih dalam al-Qur’an.

·         Memberikan kita pengetahuan tentang adanya hubungan antara al-Hadits dan al-Qur’an.

2.      Manfaat :

·         Agar kita dapat  mengetahui pengertian, kedudukan dan fungsi al-Qur’an dan as-Sunnah dalam  hukum  syari’at islam.

·         Agar kita dapat mengetahui muhkam dan mutasyabih dalam al-Qur’an.

·         Agar kita mengetahui hubungan antara al-Hadits dan al-Qur’an.

 

D.    Batasan Masalah

Agar penulisan dan pembahasan makalah ini tidak menyimpang dan mengembang dari tujuan yang semula diinginkan, maka penulis menetapkan batasan masalah sebagai berikut:

1.      Sumber hukum islam yakni al-Qur’an hanya dibahas seputar pengertian, kedudukan dan fungsinya saja.

2.      Muhkam dan mutasyabih dibatasi hanya seputar pengertian dan contohnya.

3.      Sumber hukum islam kedua yakni al-Hadits dibatasi pembahasannya hanya pada pengertian, kedudukan dan fungsinya.

4.      Hubungan antar al-Hadits dan al-Qur’an dibatasi hanya seputar pembagian dan contoh-contoh sederhananya.

BAB II

PEMBAHASAN

 A.    Al-Qur’an

 1.      Pengertian, Kedudukan dan Fungsi Al-Qur’an

Pengertian

Secara bahasa, al-Qur’an adalah bentuk masdar yang bermakna qiraa’ah (bacaan), yang dalam pengertian lebih jauh diungkapkan sebagai kumpulan dari kalam Allah swt. yang dibaca dengan lisan makhluk. Sedang menurut terminologi, al-Qur’an adalah kalam Allah swt. yang berbahasa arab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. sebagai mu’jizat melalui perantara malaikat Jibril yang kemudian tertulis di lembaran-lembaran yang teriwayatkan secara mutawatir serta membacanya merupakan sebuah ibadah.

Kedudukan

Al-qur’an adalah dalil yang awal dan utama dalam perujukan dan penetapan hukum dalam islam. Al-Qur’an merupakan pokok ajaran islam, dasar aqidah, sumber syari’at dan petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa.

Dapat dijabarkan bahwa kedudukan al-Qur’an di dalam islam sebagai berikut:

a)      Al-Qur’an sebagai sumber berbagai disiplin ilmu keislaman.

Disiplin ilmu yang bersumber dari al-Qur’an di antaranya yaitu:

1.      Ilmu Tauhid (Teologi)

2.      Ilmu Hukum

3.      Ilmu Tasawuf

4.      Ilmu Filasafat Islam

5.      Ilmu Sejarah Islam

6.      Ilmu Pendidikan Islam

 

b)      Al-Quran sebagai Wahyu Allah SWT  yaitu seluruh ayat al-Qur’an adalah wahyu  Allah; tidak ada satu kata pun yang  datang dari perkataan atau pikiran Nabi.

c)      Kitabul Naba wal akhbar (Berita dan Kabar) arinya, al-Qur’an merupakan khabar yang di bawah nabi yang datang dari Allah dan di sebarkan kepada manusia.

d)     Minhajul Hayah (Pedoman Hidup), sudah seharusnya setiap Muslim menjadikan al-Qur’an sebagai rujukan terhadap setiap problem yang di hadapi.

e)      Sebagai salah satu sebab masuknya orang arab ke agama Islam pada zaman rasulallah dan masuknya orang-orang sekarang dan yang akan datang.

f)       Al-Quran sebagai suatu yang bersifat Abadi artinya, al-Qur’an itu tidak akan terganti oleh kitab apapun sampai hari kiamat baik itu sebagai sumber hukum, sumber ilmu pengetahuan dan lain-lain.

g)      Al-Qur’an di nukil secara mutawattir artinya,  al-Qur’an disampaikan kepada orang lain secara terus-menerus oleh sekelompok   orang yang tidak mungkin bersepakat untuk berdusta karena banyaknya jumlah orang dan berbeda-bedanya tempat tinggal mereka.\

h)      Al-Qur’an sebagai sumber hukum, seluruh mazhab sepakat al-Qur’an sebagai sumber utama dalam menetapkan hukum, dalam kata lain bahwa al-Qur’an menempati posisi awal dari tertib sumber hukum dalam berhujjah.

i)        Al-Qur’an di sampaikan kepada nabi Muhammad secara lisan artinya, baik lafaz ataupun maknanya dari Allah SWT.\

j)         Al-Qur’an termaktub dalam Mushaf, artinya bahwa setiap wahyu Allah yang lafaz dan maknanya berasal dari-Nya itu termaktub dalam Mushaf (telah di bukukan).

k)      agama islam datang dengan al qur'annya membuka lebar-lebar mata manusia agar mereka manyadari jati diri dan hakikat hidup di muka bumi.  

 

Fungsi

Sementara fungsi al-Qur’an sendiri dapat kita tinjau dari dua sudut, yakni, dari sudut substansi dan realitas di dalam kehidupan manusia yang mana semuanya tersurat di dalam al-Qur’an itu sendiri sebagai berikut:

 

a)      Fungsi Al-Qur’an  dari sudut subtansinya:

 

1.      Al-Huda (petunjuk), Dalam al-Qur'an terdapat tiga kategori tentang posisi al-Qur'an sebagai petunjuk. Pertama, petunjuk bagi manusia secara umum. Kedua, al-Qur'an adalah petunjuk bagi orang-orang bertakwa. Ketiga, petunjuk bagi orang-orang yang beriman.

2.      Al-Furqon (pemisah), Dalam al-Qur'an dikatakan bahwa ia adalah ugeran untuk membedakan dan bahkan memisahkan antara yang hak dan yang batil, atau antara yang benar dan yang salah.

3.      Al-Asyifa (obat). Dalam al-Qur'an dikatakan bahwa ia berfungsi sebagai obat bagi penyakit-penyakit yang ada dalam dada (mungkin yang dimaksud disini adalah penyakit Psikologis)

4.      Al-Mau’izah (nasihat), Di dalam  al-Qur’an di katakan bahwa ia berfungsi sebagai penasihat bagi orang-orang yang bertakwa.

 

b.      Fungsi Al-Qur’an di lihat dari realitas kehidupan manusia:

 

1.       Al-Qur’an sebagai petunjuk jalan yang lurus bagi kehidupan manusia

2.       Al-Qur’an sebagai mukjizat bagi Rasulallah SAW

3.      Al-Qur’an menjelaskan kepribadian manusia dan ciri-ciri umum yang  membedakannya dari makhluk lain

4.      Al-Qur’an sebagai korektor dan penyempurna kitab-kitab Allah sebelumnya

5.      Menjelaskan kepada manusia tentang masalah yang pernah di perselisikan ummat Islam terdahulu

6.      Al-Qur’an brfungsi Memantapkan Iman

7.      Tuntunan dan hukum untuk menempuh kehiduapan

 

 

2.      Muhkam dan Mutasyabih

Di dalam al-Qur’an terdapat klasifikasi atau pengelompokan ayat muhkam dan mutasyabih. Namun mengenai maksud dari muhkam dan mutasyabih para ulama banyak yang berbeda pendapat, kami hanya akan mengutip pendangan imam Al-Ghazali yang telah mentashihkan pengertian dari muhkam dan mutasyabih sebagai berikut:

1.      Al-Muhkam adalah ayat-ayat yang maknanya lugas, tidak menimbulkan isykaal, tanda tanya dan dualisme makna. Sedang al-Mutasyabih adalah sebaliknya.

2.      Al-Muhkam adalah ayat-ayat yang susunan kalimatnya jelas, memberikan kefahaman dari zhahirnya atau pentakwilan yang tidak menimbulkan kesimpangsiuran makna. Namun, al-muhkam dengan pengertian kedua ini adalah kalimat dengan susunan yang kacau dan kalimat yang tidak memberikan kefahaman secara jelas.[2]

B.     Al-Hadits

 

1.      Pengertian, Kedudukan Hadits dan Fungsi

Pengertian

Hadits menurut bahasa (lughah) memiliki beberapa pengertian, yakni:

1)      Jadid memiliki arti yang baru

2)      Qarib memiliki arti yang dekat, yang beluum lama terjadi

3)      Khabar atau warta, atau sesuatu yang di perbincangkan serta dipindahkan dari seseorang ke orang lainnya.

Dari makna khabar tersebut maka diambillah ungkapan “Hadits Rasulillah”. Hadits yang memiliki makna khabar ini, diambil dari kata bahasa arab yaitu Haddatsa, Yuhaditsu, Tahdits, yang memiliki makna riwayat atau ikhbar atau mengabarkan.

Sedang menurut istilah pengertian hadits dapat dilihat dari dua hal yakni, pengertian hadits menurut para ahli hadits dan pengertian hadits menurut ahli ushul fiqh.

Pengertian Hadits Menurut Para Ahli Hadits ada dua, yakni pengertian Hadits yang terbatas serta pengertian Hadits yang luas.

Pengertian Hadits yang terbatas merupakan sesuatu yang telah disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. Baik itu berupa perkataan, perbuatan, sampai pernyataan (taqrir) dan sebagainya.

Sedangkan Pengertian Hadits yang luas, merupakan Hadits yang tidak hanya disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW semata, akan tetapi pula mencakup perkataan, perbuatan, atau taqrir yang disandarkan kepada para sahabat atau tabi’in. sehingga dalam Hadits terdapat istilah marfu’ yang berarti (yang disandarkan kepada nabi), dan manqul (yang disandarkan kepada sahabat), serta maqthu’ (yang disandarkan kepada tabi’i).

Menurut Ahli Ushul, Hadits merupakan “segala perkataan, perbuatan serta ketetapan Nabi yang bersangkut paut dengan hukum”.

Maka menurut mereka, tidak termasuk Hadits sesuatu yang tidak tersangkut paut dengan hukum, seperti masalah dalam kebiasaan sehari-hari atau adat istiadat.

Kedudukan

Para ulama telah sepakat bahwanya Hadits Nabi merupakan sumber hukum Islam yang kedua setelah kitab suci Al-Qur’an, serta umat Islam wajib melaksanakan isinya.

Banyaknya ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang menunjukan bahwa Hadits/sunah Nabi merupakan salah satu sumber dari hukum Islam. Banyak ayat yang mewajibkan kepada umat Islam agar mengikuti ajaran Rasulullah SAW, yaitu, dengan cara melaksanakan perintah-perintahnya serta menjauhi segala larangannya.

Tuhan telah memerintahkan kita untuk mengikuti rasul sebagai mana Tuhan memerintahkan kita menaati-Nya sendiri. Bahkan Allah SWT mengancam orang-orang yang menyalahi rasul.

Fungsi

Fungsi Hadits sebagai sumber hukum islam yang kedua setelah kitab suci Al-Qur’an menurut pandangan Para Ulama terdapat tiga, yakni :

a)      Hadits berfungsi untuk memperkuat Al-Qur’an. Kandungannya sejajar dengan Al-Qur’an dalam hal mujmal serta tafshilnya. Dengan kata lain Hadits hanya mengungkapkan kembali apa yang terapat dalam Al-Qur’an, tanpa menambah ataupun menjelaskan apapun.

b)      Hadits berfungsi untuk menjelaskan atau merinci aturan-aturan yang telah digariskan oleh Al-Qur’an. Fungsi yang kedua ini merupakan fungsi yang dominan dalam Hadits.

c)      Hadits berfungsi untuk menetapkan hukum yang baru yang belum diatur secara eksplisit di dalam kitab suci Al-Qur’an.

 

2.      Hubungan antara Al-Hadits dan Al-Qur’an

Hubungan hadits dengan al-qur’an – Dalam hukum Islam, Hadits menjadi sumber hukum kedua setelah Al-qur`an .

Penetapan hadits sebagai sumber kedua ditunjukan oleh tiga hal, yaitu al Qur`an sendiri, kesepakatan (ijma`) ulama, dan logika akal sehat (ma`qul).

Al Qur`an menunjuk Nabi sebagai orang yang harus menjelaskan kepada manusia apa yang diturunkan Allah, karena itu apa yang disampaikan Nabi harus diikuti, bahkan perilaku Nabi sebagai Rasul harus diteladani kaum muslimin sejak masa sahabat sampai hari ini telah bersepakat untuk menetapkan hukum berdasarkan sunnah Nabi, terutama yang berkaitan dengan petunjuk operasional.

Keberlakuan hadits sebagai sumber hukum diperkuat pula dengan kenyataan bahwa al-Qur`an hanya memberikan garis- garis besar dan petunjuk umum yang memerlukan penjelasan dan rincian lebih lanjut untuk dapat dilaksanakan dalam kehidupan manusia. Karena itu, keabsahan hadits sebagai sumber kedua secara logika dapat diterima. 

Al-Qur`an dan al-hadits merupakan dua sumber yang tidak bisa dipisahkan. Keterkaitan keduanya tampak antara lain: 

1.      As-Sunnah berfungsi sebagai penguat hukum

Di sini hadits berfungsi memperkuat dan memperkokoh hukum yang dinyatakan oleh al-Quran.

Dengan demikian hukum tersebut mempunyai dua sumber dan terdapat pula dua dalil. Yaitu dalil-dalil yang tersebut di dalam al-Qur’an dan dalil penguat yang datang dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Berdasarkan hukum-hukum tersebut banyak kita dapati perintah dan larangan. Ada perintah shalat, membayar zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, ibadah haji ke Baitullah, dan disamping itu dilarang menyekutukan Allah, menyakiti kedua orang tua serta banyak lagi yang lainnya. 

2.      As-Sunnah itu berfungsi sebagai penafsir atau pemerinci

Hubungan hadits dengan al-Qur’an – sebagai penafsir atau pemerinci hal-hal yang disebut secara mujmal dalam al-Qur’an, atau memberikan taqyid, atau memberikan takhshish dari ayat-ayat al-Qur’an yang muthlaq dan ‘am. Karena tafsir, taqyid dan takhshish yang datang dari as-Sunnah itu memberi penjelasan kepada makna yang dimaksud di dalam al-Qur’an.

Dalam hal ini Allah telah memberi wewenang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memberikan penjelasan terhadap nash-nash al-Qur’an dengan firman-Nya.

“Artinya: Dan Kami turunkan kepadamu al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada ummat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”. [An-Nahl: 44]

Diantara contoh As-Sunnah men-takhshish al-Qur’an adalah:

“Artinya: Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu, Yaitu: bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan“. [An-Nisaa: 11]

Ayat ini ditakhshish oleh as-Sunnah: 

Para nabi tidak boleh mewariskan apa-apa untuk anak-anaknya dan apa yang mereka tinggalkan adalah sebagai sadaqah. tidak boleh orang tua kafir mewariskan kepada anak yang muslim atau sebaliknya, dan.. pembunuh tidak mewariskan apa-apa [Hadits Riwayat Tirmidzi dan Ibnu Majah] 

3.      Hadits membatasi kemutlakan ayat al-Qur`an

Hubungan hadits dengan al-Qur’an – “Artinya: Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya..” [Al-Maidah: 38]. 

Ayat ini tidak menjelaskan sampai dimanakah batas tangan yang akan di potong. Maka dari as-Sunnahlah didapat penjelasannya, yakni sampai pergelangan tangan. (Subulus Salam 4: 53-55). 

4.      Hadits memberikan pengecualian terhadap pernyataan al-Qur`an yang bersifat umum

Hubungan hadits dengan al-qur’an – Misalnya al-qur`an mengharamkan memakan bangkai dan darah: 

Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, daging yang disembelih atas nama selain Allah , yang dicekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, yang dimakan binatang buas kecuali yang sempat kamu menyembelihnya , dan yang disembelih untuk berhala. Dan diharamkan pula bagimu mengundi nasib dengan anak panah, karena itu sebagai kefasikan. (Q.S Al Maidah /5:3). 

Hadits memberikan pengecualian dengan membolehkan memakan jenis bangkai tertentu (bangkai ikan dan belalang ) dan darah tertentu (hati dan limpa) sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

Dari Ibnu Umar ra.Rasulullah saw bersabda : ”Dihalalkan kepada kita dua bangkai dan dua darah . Adapun dua bangkai adalah ikan dan belalang dan dua darah adalah hati dan limpa.”(HR. Ahmad, Syafii, Ibn Majah, Baihaqi dan Daruqutni). 

5.      Hadits menetapkan hukum baru yang tidak ditetapkan oleh al-qur`an

Hubungan hadits dengan al-qur’an – al-qur`an bersifat global, banyak hal yang hukumnya tidak ditetapkan secara pasti.

Dalam hal ini, hadits berperan menetapkan hukum yang belum ditetapkan oleh al-Qur`an, misalnya hadits dibawah ini: 

Rasulullah melarang semua binatang yang bertaring dan semua burung yang bercakar. (HR. Muslim dari Ibn Abbas).

Juga tentang haramnya mengenakan kain sutera dan cincin emas bagi kaum laki-laki. Semua ini disebutkan dalam hadith-hadith yang shahih. Dengan demikian tidak mungkin terjadi kontradiksi antara al-Qur’an dengan as-Sunnah.

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Al-Qur’an dan as-Sunnah merupakan sumber hukum islam tertinggi. Al-Qur’an sendiri merupakan kitab peraturan tertinggi islam dimana as-Sunnahlah yang berperan untuk memberikan penjelasan lebih konkret mengenai maksud dari al-Qur’an.

Olehnya takdapat kita sangsikan bahwa kedua sumber hukum ini memiliki hubungan, dari kedua sumber hukum ini sudah dapat memberi kita kejelasan terhadap suatu hukum, meski dalam hal ini masih ada sumber-sumber hukum dalam islam lainnya.

Sumber-sumber hukum islam selain al-Qur’an dan as-Sunnah sendiri dapat dikatakan mengambil ketetapan sesuai dengan konsep hukum dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.


 

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Umar, dkk. 2008. Kilas Balik Teoritis Fiqh Islam. Kediri. Purna Siswa Aliyyah 2004 Madrasah Hidauatullah Mubtadi-ien, PP. Lirboyo.

Mahmud ‘Abd al-Karim Hasan. 1995. Al-Mashalih al-Mursalat, DirashTahliliyyah wa Munaqasyah Fiqhiyyah wa Ushuliyyah ma’a Amtsilah Tathbiqiyyah. Dar al-Nahdlah Al-Islamiyyah. Beirut.

 

 

 



[1] Mahmud ‘Abd al-Karim Hasan, Al-Mashalih al-Mursalat, DirashTahliliyyah wa Munaqasyah Fiqhiyyah wa Ushuliyyah ma’a Amtsilah Tathbiqiyyah, Beirut: Dar al-Nahdlah Al-Islamiyyah, 1995 hlm. 19.

 

[2] Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, Al-Mustashfa min ‘Ilm al-Ushul, Beirut, Dar al-Fikr, tt. Juz I hlm. 106.

 

DOSEN PEMBIMBING

Jamaludin Junaid, Lc, MA

 

DISUSUN OLEH

Muh. Yahya Saraka

 

INSTITUT PERGURUAN TINGGI ILMU AL-QUR’AN JAKARTA

FAKULTAS DAKWAH

KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM

2016/2017

MAKALAH ILMU MANTIQ Sejarah, Pengertian, Objek dan Relevansinya Sebagai Tugas Ujian Akhir Semester Pada Mata Kuliah Ilmu Mantiq Do...

MAKALAH ILMU MANTIQ
Sejarah, Pengertian, Objek dan Relevansinya
Sebagai Tugas Ujian Akhir Semester Pada Mata Kuliah Ilmu Mantiq

Dosen Pembimbing:
Aktobi Gozali, MA
NIP. : 197305202005011003









Disusun oleh:
Muh. Yahya Saraka


                                               



INSTITUT PTIQ JAKARTA
KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH
2016/2017

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT. yang telah memberikan kita nikmat yang begitu besar, berupa nikmat Islam dan iman. Shalawat dan salam tak lupa kita kirimkan ke haribaan baginda Muhammad SAW, yang dengannya kita dapat merasakan betapa indahnya Islam.
Ucapan terima kasih kami kepada seluruh pihak yang senantiasa memberi  bantuan dan dukungan, khususnya kepada Dosen Pembimbing Mata Kuliah Ilmu Mantiq Bapak Aktobi Gozali, MA yang senantiasa membantu kami dalam memahami dan mendalami Ilmu Mantiq/Logika.
Sebagai penulis, kami menyadari bahwa dalam makalah  ini masih terdapat banyak kesalahan  dari berbagai aspek. Olehnya, kami memohon dengan hormat  kepada seluruh pembaca agar dapat memberikan masukan ataupun kritikan yang bersifat membangun, agar dalam penyusunan makalah kami selanjutnya dapat lebih baik lagi.


Jakarta, 25 Desember 2016

Penulis


DAFTAR ISI
Kata Pengantar..................................................................................................... i....
Daftar Isi............................................................................................................. ii
BAB I Pendahuluan
A.    Sejarah Kemunculan Ilmu Mantiq/Logika........................................ 1
BAB II Pembahasan
A.    Pengertian Ilmu Mantiq/Logika........................................................ 2
B.     Objek Ilmu Mantiq/Logika................................................................ 3
C.     Pembagian Ilmu Mantiq/Logika........................................................ 5
D.    Manfaat Ilmu Mantiq/Logika............................................................ 7
BAB III Penutup
A.    Kesimpulan........................................................................................ 9

Daftar Pustaka................................................................................................... 10


BAB I
PENDAHULUAN
A.    SEJARAH KEMUNCULAN ILMU MANTIQ/LOGIKA
Logika (mantiq) sebagai ilmu di Yunani pada abad ke 5 SM oleh para ahli filsafat kuno. Dalam sejarah, telah tercataat bahwa pencetus logika ialah Socrates yang kemudian dilanjutkan oleh Plato dan sdisusun dengan rapisebagai dasar falsafat oleh Aristoteles. Oleh sebab itu beliau dinyatakan sebagai guru pertama dari ilmu pengetahuan.
Pada masa selanjutnya, terdapat perubahan-perubahan seperti yang dilakukan oleh Al-Farabi, salah satu filsuf mislim yang sering dinyatakan sebagai maha guru keua dalam ilmu pengetahuan. Pada masa Al-Farabi ilmu mantik dipelajari lebih rinci dan dipraktekkan, termasuk dalam pentasdiqan qadhiyah.
Tokoh-tokoh lagika/ilmu mantiq kaum muslim yang tercatat oleh para pakar-pakar diantaranya: Abdullah Ibn Al-Muqaffa, Ya’kub Ibnu Ishak Al-Kindi, Ibnu Sina, Abu Hamid Al-Ghazali, Ibnu Rusyd Al-Qurtubi, Abu Ali Al-Haitsam, Abu Abdillah Al-Khawarizmi, Al-Tibrisi, Ibnu Bajah, Al-Asmawi, As-Samarqandi, dan lain sebagainya.
Ilmu mantiq banyak membantu dalam perkembangan ilmu pengetahuan selanjutnya. Seperti yang dilakukan Immanuel kant, Descartes, dan yang lainnya.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN ILMU MANTIQ/LOGIKA
Sebelum kita memehami lebih dalam tentang ilmu mantiq hendaknya kita kupas satu persatu secara tuntas definisi ilmu dan definisi mantiq.
Ilmu merupakan satu kata yang memiliki banyak arti. Ilmu dapat diartikan sebagai sesuatu yang diketahui dan yang dipercayai secara pasti dan sesuai dengan kenyataan yang muncul dari satu alasan argumentasi dalil. Selain itu ilmu juga berarti gambaran yang ada pada akal tentang sesuatu. Seperti kambing, kuda dan lain-lain. Jika kambing disebut maka muncullah gambaran pada akal dengan sendirinya. Ilmu seperti ini disebut ilmu tashawwur. Diantara fungsi ilmu ialah untuk menelusuri segala sesuatu itu sesuai dengan kenyataannya atau tidak.
Ilmu mantiq secara etimologis atau bahasa berasal dari dua bahasa, yaitu bahasa arab nataqa yang berarti berkata atau berucap dan bahasa latin logos yang berartiperkataan atau sabda.
Sedangkan Pengertian mantiq menurut istilah ialah Alat atau dasar yang gunanya untuk menjaga dari kesalahan berpikir, atau sebuah ilmu yang membahas tentang alat dan formula berfikir sehingga seseorang yang menggunakannya akan selamat dari berfikir yang salah.
Ilmu mantiq sering disebut bapak segala ilmu ataudikatakan ilmu daari segala yang benar karena ilmu mantiq ialah sebagai alat untuk menuju ilmu yang benar, atau karena ilmu yang benar perlu pengarahan mantiq.
Jadi logika tidak terlihat selaku ilmu, tetapi hanyalah merupakan metode. Ada pula yang mengatakan bahwa logika adalah ilmu yang mempersoalkan prinsip-prinsip dan aturan-aturan penalaran yang sahih (valid).
William Alston, mendefinisikan logika sebagai Logic is the study of inference, more precisely the attempt to devise criteria for separating valid from invalid inferencesw (logika adalah studi tentang penyimpulan, secara lebih cermat usaha untuk menetapkan ukuran-ukuran guna memisahkan penyimpulan  yang sah dan yang tidak sah).
Sheldon Lachman, mengemukakan: Logic is the systematic discipline concerned with the organization and development of the formal rules, the normative prosedures and the criteria of valid inference (logika adalah cabang ilmu yang sistematis mengenai penyusunan dan pengemebangan dari aturan formal, prosedur normatif, dan ukuran-ukuran bagi penyimpulan yang sah).
Jan Hendrik Rapar, (1996:10) “Logika adalah cabang filsafat  yang mempelajari, menyusun, mengembangkan, dan membahas asas-asas, aturan-aturan formal, prosedur-prosedur serta kriteria yang sahih bagi penalaran dan penyimpulan  demi mencapai kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional”.
Ir. Poedjawijatna, logika adalah filsafat budi (manusia) yang mempelajari teknik berpikir untuk mengetahui bagaimana manusia berpikir dengan semestinya.
Hasbullah Bakry, logika adalah ilmu pengetahuan yang mengatur penelitian hokum-hukum akal manusia sehingga menyebabkan pikirannya dapat mencapai kebenaran.
Berdasar dari pengertian logika yang diuraikan di atas, dapat dikatakan bahwa logika merupakan cabang filsafat yang mempelajari, menyusun, mengembangkan, dan membahas asas-asas, aturan-aturan formal, prosedur-prosedur, serta kriteria yang sahih bagi penalaran dan penyimpulan demi pencapaian kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional.
B.     OBJEK ILMU MANTIQ/LOGIKA
Objek adalah sesuatu yang merupakan bahan dari penelitian atau pembentukan pengetahuan. Setiap ilmu pengetahuan pasti mempunyai objek yang dibedakan menjadi dua, yaitu objek material dan objek formal. Objek material dari sesuatu adalah hal yang diselidiki dari sesuatu itu, mencakup yang konkret dan yang abstrak. Objek formal adalah sudut pandang dari objek itu disorot sebagai pembeda dengan objek lainnya.
Objek material sesuatu ilmu pengetahuan mungkin saja dapat sama untuk beberapa ilmu pengetahuan, namun ilmu-ilmu itu berbeda karena objek formalnya. Sebagai contoh: psikologi, sosiologi, dan pedagogik memiliki objek material yang sama, yaitu manusia. Akan tetapi, ketiga ilmu itu berbeda karena objek formalnya yang berbeda. Objek formal psikologi ialah aktivitas jiwa  dan kepribadian manusia secara individual yang dipelajari lewat  tingkah laku, objek formal sosiologi ialah hubungan antar manusia  dalam kelompok dan antar kelompok  dalam masyarakat, sedangkan objek formal pedagogik ialah keegiatan manusia untuk menuntun perkembangan manusia lainnya ke tujuan tertentu.
Perlu dicatat di sini bahwa yang pantas menjadi objek material suatu ilmu ialah suatu lapangan, bidang, atau materi yang benar-benar konkret dan dan dapat diamati. Hal itu perlu ditegaskan karena kebenaran  ilmiah adalah kesesuaian antara apa yang diketahui dengan objek materialnya. Jika objek material itu abstrak dan tidak dapat diamati, tentu saja apa yang diketahui  (pengetahuan) tidak mungkin dapat dicocokkan dengan objeknya. Dengan demikian, tidak mungkin dapat dicapai kebenaran  yang merupakan kesesuaian pengetahuan dengan objeknya itu.
Surajiyo, dkk. (2009:11) mengatakan lapangan dalam logika adalah asas-asas yang menentukan pemikiran yang lurus, tepat, dan sehat. Agar dapat berpikir lurus, tepat dan teratur, logika menyelidiki, merumuskan serta menerapkan hukum-hukum yang harus ditepati.
Berpikir adalah objek material logika. Yang dimaksudkan  berpikir di sini adalah kegiatan pikiran, akal budi manusia. Dengan berpikir manusia mengolah dan mengerjakannya ini terjadi dengan mempertimbangkan, menguraikan, membandingkan serta menghubungkan pengertian yang satu dengan pengertian yang lainnya. Dalam logika berpikir dipandang dari sudut kelurusan dan ketepatannya. Oleh karena itu, berpikir lurus dan tepat merupakan objek formal logika.
C.    PEMBAGIAN ILMU MANTIQ/LOGIKA
1.      Logika makna luas dan logika makna sempit
Menurut John C Cooley, The Liang Gie membagi logika dalam arti yang luas  dan dalam arti yang sempit. Dalam arti yang sempit, istilah dimaksud dipakai searti dengan logika deduktif atau logika formal, sedangkan arti yang lebih luas, pemakaiannya mencakup kesimpulan dari berbagai bukti dan bagaimana system-sistem penjelasan disusun dalam ilmu alam serta meliputi pula pembahasan mengenai logika itu sendiri.
Dalam arti luas, logika juga dapat dipakai untuk menyebut tiga cabang filsafat sekaligus, seperti yang pernah dilakukan oleh piper dan ward berikut ini.
a. Asas paling umum mengenai pembentukan pengertian, inferensi, dan tatanan (logika formal atau logika simbolis)
b. Sifat dasar dan syarat pengetahuan, terutama hubungan antara budi dengan objek yang diketahui, ukuran kebenaran, dan kaidah-kaidah pembuktian (epistemology).
c. Metode-metode untuk mendapatkan pengetahuan dalam penyelidikan ilmiah (metodologi)
2.      Logika deduktif dan logika induktif
Logika deduktif adalah ragam logika yang mempelajari asas-asas penalaran yang bersifat deduktif, yakni suatu penalaran yang menurunkan kesimpulan sebagai keharusan dari pangkal pikirnya sehiingga bersifat betul menurut bentuknya saja. Dari logika jenis ini yang terutama ditelaah yaitu bentuk dari bekerjanya akal, keruntutannya, serta kesesuaiannya dengan langkah-langkah san aturan yang berlaku sehingga penalaran yang terjadi adalah tepat dan sah.
Logika induktif merpakan suagam atu ragam logika yang mempelajari asas penalaran yang betul dari sejumlah sesuatu yang khusus sampai pada suatu kesimpulan umum yang bersifat boleh jadi.penalaran yang demikian ini digolongkan sebagai induksi. Induksi adalah bentuk penalaran atau enyimpulan yang berdasarkan pengamatan terhadap sejumlah hal kecil, atau anggota suatu himpunan, untuk tiba pada suatu kesimpulan yang diharapkan berlaku umum untuk semua hal, atau seluruh anggota himpunan itu, tetapi yang kesimpulan sesungguhnya hanya bersifat boleh jadi saja.
3.      Logika formal dan logika material
Mellone menyatakan bahwa logika deduktif disebut juga logika formal, sedangkan logika induktif kadang-kadang disebut logika material. Pernyataan ini tidak sepenuhnya tepat karena menurut Fisk, logika formal hanyalah suatu bagian dari logika deduktif, yakni bagian yang bertalian dengan perbincangan-perbincangan yang sah menurut bentuknya bukan menurut isinya. (The Liang Gie, 1980).
Logika formal mempelajari asas, aturan atau hokum-hukum yang berpikir yang harus ditaati, agar orang dapat berpikir dengan benar dan mencapai kebenaran. Logika material mempelajari langsung pekerjaan akal, serta menilai hasil-hasil logika formal dan mengujinya dengan kenyataan praktis yang sesungguhnya. Logika material mempelajari sumber-sumber dan asalnya pengetahuan, alat-alat pengetahuan, proses terjadinya pengetahuan, dan akhirnya merumuskan metode ilmu pengetahua itu.
Logika formal dinamakan orang dengan logika minor, sedangkan logika material dinamakan orang logika mayor. Apa yang sekarang disebut logika formal adalah ilmu yang mengandung kumpulan kaidah-kaidah cara berpikir untuk mencapai kebenaran.
4.      Logika murni dan logika terapan
Menurut Leonard, logika murni (pure logic) adalah ilmu tentang efek terhadap arti dari pernyataan dan sebagai akibatnya terhadap kesahan dari pembuktian tentang semua bagian dan segi dari pernyataan dan pembuktian kecuali arti-arti tertentu dari istilah yang termuat di dalamnya. (The Liang Gie,1980)
Logika murni merupakan suatu pengetahuan mengenai asas dan aturan logika yan berlaku umum pada semua segi dan bagian dari pernyataan tanpa mempersoalkan arti khusus dalam sesuatu cabang ilmu dari istilah yang dipakai dalam pernyataan dimaksud.
Logika terpaan adalah pengetahuan logika yang diterpkan dalam setiap cabang ilmu, bidang filsafat, dan juga dalam pembicaraan yang mempergunakan bahasa sehari-hari. Apabila sesuatu ilmu menggunakan asas dan aturan logika bagi istilahdan ungkapannya yang mempunyai pengertian khusus dalam bidangnaya sendiri, ilmu tersebut sebenarnya telah mempergunakan sesuatu logika terapan dan ilmu yang bersangkutan, seperti logika ilmu hayat bagi biologi, dan logika sosiologi bagi sosiologi.
5.      Logika filsafati dan logika matematik
Logika filsafati dapat digolongkan sebagai suatu ragam atau bagian logika yang masih berhubungan erat dengan pembahasan dalam bidang filsafat,  misalnya logika kewajiban dengan etika atau logika arti dengan metafisika. Adapun logika matematik merupakan suatu ragam logika yang menelaah penalaran yang benar dengan menggunakan metode matematik serta bentuk lambing yang khusus dan cermat untuk menghindarkan makna ganda atau kekaburan yang terdapat dalam bahasa biasa. (The Liang Gie dan Suhartoyo Hardjosatoto, dan Endang Daruni Asdi, 1980, hlm. 35-46)
D.    MANFAAT ILMU MANTIQ/LOGIKA
Setidaknya ada empat kegunaan dengan belajar logika, yaitu:
1.      Membantu setiap orang yang mempelajari logika untuk berpikir secara rasional, kritis, lurus, tertib, metodis, dan koheren;
2.      Meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan objektif
3.      Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan mandiri
4.      Meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindari kekeliruan serta kesesatan.
Selanjutnya dikatakan bahwa bagi ilmu pengetahuan, logika merupakan suatu keharusan. Tidak ada ilmu pengetahuan yang tidak didasarkan pada logika. Ilmu pengetahuan tanpa logika tidak akan pernah mencapai kebenaran ilmiah. Sebagaimana dikemukakan oleh Aristoteles, bapak logika, yaitu  logika benar-benar merupakan alat bagi seluruh ilmu pengetahuan. Oleh karena itu pula, barang siapa mempelajari logika, sesungguhnya ia telah menggenggam master key untuk membuka semua pintu masuk ke berbagai disiplin ilmu pengetahuan.
Di samping kegunaan di atas, Surajiyo, dkk. (2009:15) mengemukakan bahwa logika juga dapat memberikan manfaat teoritis dan praktis. Dari segi kemanfaatan teoritis, logika mengajarkan tentang berpikir sebagaimana yang seharusnya (normatif) bukan berpikir sebagaimana adanya seperti dalam ilmu-ilmu positif (fisika, psikologi, dsb.). Dari segi kemanfaatan praktis, akal semakin tajam/kritis dalam mengambil putusan yang benar dan runtut (consisten).

BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Berdasarkan dari pembahasan materi diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa logika adalah landasan utama utk menguasai filsafat & ilmu pengetahuan serta sarana penghubung antara filsafat & ilmu. Logika menyelidiki, menyeleksi, dan menilai pemikiran dengan cara seriusdan terpelajar serta bertujuan untuk mendapatkan kebenaran, terlepas dari segalakepentingan dan keinginan perorangan.
Logika merumuskan serta menerapkanhukum - hukum dan patokan - patokan yang harus ditaati agar seseorang dapatberpikir benar, efisien, sistematis, dan teratur. Dengan demikian ada dua obyekpenyelidikan Ilmu Logika (Ilmu Mantiq), Pertama, Pemikiran sebagai obyekmaterial juga dikenal dengan nama Logika Material dan yang kedua, patokan-patokan atau hukum - hukum berpikir benar sebagai obyek formalnya, yangdisebut logika formal.
Pemikiran yang benar dapat dibedakan menjadi dua bentuk berbeda secararadikal yakni dari cara berpikir umum ke khusus (deduktif) yaitu cara berpikiryang dipergunakan dalam logika formal yang mempelajari dasar – dasarpersesuaian (tidak adanya pertentangan) dalam pemikiran dengan menggunakanhukum - hukum, rumus - rumus, patokan - patokan berpikir benar, dan dari caraberpikir khusus ke umum (induktif) yaitu cara berpikir yang dipergunakan dalamlogika material yang mempelajari dasar – dasar persesuaian pikiran dengankenyataan (penyesuaian idealita dengan realita).




DAFTAR PUSTAKA
Poedjawijatna. 1984. Logika Filsafat Berpikir. Jakarta: Bina Akasara.
Drs. Surajiyo, Drs Sugeng Astanto, dan Dra Sri Andiani. 2005. Dasar-Dasar Logika. Jakarta: Bumi Aksara.